Saturday, 3 March 2012
GUBENUR JATENG BIBIT WALUYO DINILAI BERLEBIHHAN
Gubenur Jateng Bibit Waluyo Dinilai Berlebihan.
Semarang.
Pernyataan yang dilontarkan Gubenur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, yang akan menjadikan Provinsi Jawa Tengah bebas rokok dinilai berlebihan. Salah satu tokoh pendidikan di Kabupaten Kudus yang bernama Basuki Sugita menerangkan bahwa saat op belum ada data resmi yang dapat dipertanggungjawaban, bahwa rokok menjadi penyebab kemiskinan.
" Justru yang ada sebaliknya, industri rokok menjadi tumpuan hidup bagi lebih dari 100.000 buruh rokok di Kudus, industri ini pula yang menyetor puluhan triliyunrupiah ke kas pemerintah pusat", ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Forum Persatuan Rokok Kudus ( FPRK ), Havas Gunawan menyatakan, pernyataan Bibit Waluyo bisa diterjemahkan secara tidak langsung, merupakan larangan bagi industri rokok, khususnya di Kudus.
Havas lalu menyodorkan data yang dihimpun dari Kantor Pengawasam dan Pelayanan Bea dan Cukai(KPPBC)Madya Kudus, yang menyatakan saat ini di semua wilayah kerja KPPBC terdapat 136 pabrik rokok dan cukai yang telah menyetorkan lebih dari Rp 17,4 miliar ke kas pemerintah di tahun 2011. Sebagian besar pabrik rokok tersebut berada di Kabupaten Kudus.
" Sebab bila pada tahun 2013 target Jawa Tengah bebas rokok terwujud,artinya tidak ada satupun dari 32 juta penduduk Jateng ini merokok. Otomatis semua jenis rokok dari berbagai perusahaan tidak beredar di provinsi Jawa Tengah. Bahkan seingat saya pernyataan Bibit Wakuyo ini bukan yang pertama kali ia saya pernyatan. Pernyataan. Pernyataan serupa pernah beliau sampaikan diacara panen raya di desa Kutuk
"Industri rokok sudah menjadi bagian hidup masyarakat Kudus sejak era Nitisemito, raja rokok kretek. Bahkan jika tidak salah kutip, dua pertiga dari total penduduk Kudus menggantungkan hidupnya dari industri rokok ".
Havas melanjutkan. sejumlah pabrik rokok kelas kecil, seperti Guntur dan Peter MF sudah dalam kesulitan. Tanpa munculnya wacana dari Gubenur Jateng tersebut, kebangkrutan industri rokok kecil sudah di ambang pintu.
" Tetapi bukan karena rakyat berubah miskin dan sakit setelah mengisap rokok melainkan tekanan berat dari pemerintah berupa pembatasan jumlah produksi hingga 350 juta batang/ tahun dan naiknya cukai serta harga jual eceran tertinggi(HJE) ", ungkapnya.( Andu Nicolas )
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment