INDENPRES MEDIA ISTANA

Thursday 7 November 2019

BPBD Banjarnegara Sebut Masih Ada Potensi Longsor Susulan di Tanggul Parakancanggah.


BANJARNEGARA. Jawa Tengh. - BPBD Banjarnegara menengarai masih ada potensi longsor susulan di lokasi bekas longsor tanggul RT 4 RW 1 Kelurahan Parakancanggah Kecamatan Banjarnegara.
Sebuah titik tanggul saluran irigasi setinggi sekitar 8 meter longsor hingga menimpa dua rumah di bawahnya, belum lama ini.
Satu rumah di antaranya mengalami rusak berat atau rata dengan tanah hingga tiga penghuninya ikut tertimbun.

Satu di antara korban, Minoto warga Plumbungan Kecamatan Pagentan Banjarnegara bahkan harus meregang nyawa karena terkubur tanah.
Seluruh korban, baik yang meninggal maupun luka telah berhasil dievakuasi. Petugas dan relawan bahu membahu menyingkirkan material longsor dan memperbaiki saluran air yang jebol.
Satu rumah semi permanen yang rusak ringan dirobohkan sekalian karena dianggap membahayakan. Terlebih longsor susulan masih dimungkinkan terjadi karena kondisi tanah labil dan intensitas hujan masih tinggi.

"Potensi masih memungkinkan," kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara Arief Rahman.
Arief mengatakan, longsor yang meratakan rumah kontrakan milik Tulus itu dipicu kebocoran saluran irigasi.
Sehingga air hujan mudah merembes atau masuk ke tanah hingga membebani tebing tanggul.
Bencana itu menjadi berisiko karena di bawahnya berdiri rumah yang dihuni warga.
Selain dua rumah yang terdampak langsung longsor, menurut Arief, ada tiga rumah di sekitarnya yang terancam jika longsor susulan terjadi.
Pihaknya pun telah mengimbau keluarga yang menghuni rumah-rumah itu untuk mengungsi untuk menghindari risiko bencana.
Pihaknya juga melakukan tindakan preventif agar bencana serupa tak serulang, antara lain dengan menutup lubang atau retakan tanggul yang masih ada.
Arief mengatakan, secara umum, Kelurahan Parakancanggah tidak masuk dalam peta zona merah rawan bencana longsor.

Tetapi keberadaan rumah-rumah yang menempel pada tanggul irigasi yang cukup tinggi dan miring melahirkan kerawanan tersendiri bagi keselamatan warga.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk mengecek kondisi tanah di lingkungannya, terlebih usai kemarau panjang. Jika ditemukan tanah retak, masyarakat diharap segera menutupnya agar tak berisiko longsor.
"Masyarakat pahami tandanya, ketahui ancamannya. Kalau muncul rembesan air keruh, sudah pasti potensi," katanya.
Kepala Balai Pekerjaan Umum Sumber Data Air dan Tata Ruang Serayu Citanduy Suwondo mengatakan, irigasi Singomerto dibangun sekitar tahun 1930 an sehingga usianya sudah tua.
Pihaknya pun merasa prihatin terhadap kejadian ini.
Warga sebenarnya dilarang mendirikan bangunan di sempadan irigasi karena bisa mengganggu fungsi dan pemeliharaan irigasi.
Ia pun menyayangkan warga yang nekat mendirikan bangunan di tanggul irigasi, terlebih dengan cara mengubah struktur tanggul atau mengeprasnya.
"Itu berbahaya sekali," katanya.

Pihaknya setelah ini akan menyosialisasikan ke warga agar tidak mendirikan bangunan atau tempat tinggal di tanggul irigasi, terutama yang rawan longsor.
Jika beberapa peringatan diabaikan, pihaknya bisa melakukan langkah penertiban sesuai prosedur.
Dari informasi warga, terdapat sekitar 20 bangunan yang berdiri di tanggul irigasi di sekitar lokasi longsor, termasuk tempat ibadah.
Setahu warga, tidak ada larangan mendirikan bangunan di atas tanggul. Hanya warga menyadari jika sewaktu-waktu diminta meninggalkan bangunannya oleh yang berwewenang, mereka siap.
"Saya yang menyangkan, itu yang punya kontrakan dan penghuninya tidak melapor ke RT," katanya. (135 )*****

Fraksi PKB Sebut Kebocoran Pendapatan Dari Parkir di Kota Semarang Terjadi Tiap Tahun Kok Bisa.



Semarang. Jawa Tengah. - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Semarang menyoroti terkait retribusi parkir yang dinilai belum memberikan kontribusi maksimal untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Semarang.
Sekretaris Fraksi PKB, Gumilang Febriansyah menilai, kebocoran parkir menjadi hambatan dalam meningkatkan PAD.
"Masalah tersebut selalu ada setiap tahun dan terus berulang," ucapnya usai membacakan pandangan umum fraksi dalam rapat Paripurna DPRD Kota Semarang dengan agenda membahas penyampaian nota keuangan APBD Kota Semarang Tahun 2020, Senin (4/11/2019).
Febri menuturkan, Kota Semarang memiliki potensi yang cukup besar namun target tidak sebanding dengan potensinya.

"Hingga Oktober, baru tercapai pemasukan dari sektor parkir Rp 2,3 miliar.
Coba ditelisik, targetnya sudah sangat kecil, masih pula tidak terpenuhi," tegasnya.
Lanjut Febri, target retribusi parkir berdasarkan nota keuangan APBD 2020 Pemkot Semarang tahun 2020 sebesar Rp 114 miliar.
Dengan besarnya target yang sudah ditetapkan, dia meminta Pemkot serius melakukan upaya-upaya guna merealisasikannya.
Sebelumnya, Kepala Dishub Kota Semarang, Endro P Martanto mengatakan, sudah memiliki langkah-langkah dalam rangka upaya optimalisasi PAD dari sektor retribusi.
Pihaknya saat ini terus melakukan pendataan dan penataan parkir tepi jalan di sejumlah titik yang dinilai memiliki potensi tinggi.

Dia menyebut, beberapa kawasan di Kota Semarang yang berpotensi parkir memang belum berizin, semisal sepanjang Jalan Tlogosari Raya, jalan Prof Hamka Ngaliyan, wilayah Bayumanik dan Tembalang, serta wilayah Sekaran Gunungpati.
Disamping melakukan pendataan potensi parkir, Dishub meminta para juru parkir untuk mengurus perizinan parkir jika masih hendak menjadi juru parkir di kawasan tententu.
Pihaknya memastikan Dishub akan memberikan izin dengan catatan kawasan tersebut bukan berada pada tempat larangan parkir.
"Kalau jukir mau jaga di kawasan tertentu harus kooperatif dan tunduk dengan peraturan, pasti kami akan beri izin.
Kami sudah mulai data, perjalanan kedepan mudah-mudahan yang belum terpetakan secara baik bisa membawa pengaruh yang signifikan untuk retribusi," paparnya.
Endro menambahkan, dalam melakukam pendataan, pihaknya membagi personil Dishub kedalam beberapa zona.
Hal ini dimaksudkan agar mereka fokus sesuai zona masing-masing.
Sehingga pendataan akan lebih maksimal.
"Kami upayakan semaksimal mungkin agar target terpenuhi.
Akan bagus lagi jika parkir perlangganan terwujud," katanya. (135 )*****

RSUD Wongsonegoro Kota Semarang Kekurangan Dokter Spesialis Ada Apa Ya ?


 Semarang.Jawa Tengah. - Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro, Susi Herawati menyampaikan, RSUD masih kekurangan tenaga khususnya dokter spesialis guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Selain dokter spesialis, dokter umum dan perawat juga masih perlu penambahan.
Namun sayangnya, Kota Semarang tidak mendapatkan jatah formasi kesehatan dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) November 2019 mendatang.
"Seleksi yang kemarin ada dokter spesialis, tapi kan syarat usianya maksimal 35 tahun.

Padahal dokter spesialis itu membutuhkan waktu yang lama untuk menempuh studi.
Batasan usia 35 tahun tentu menjadi kendala saat rekrutmen.
Untuk seleksi CPNS mendatang, kami malah tidak mendapatkan formasi," ujarnya, baru- baru ini.

Dia menyebutkan, setidaknya rumah sakit milik pemerintah ini masih membutuhkan sekitar 10-12 dokter spesialis, 4 dokter umum, dan 20 perawat.
Beberapa dokter spesialis yang dibutuhkan diantaranya dokter bedah plastik, dokter bedah toraks, dokter onkologi, dan dokter jantung intervensi.
"Kami sebenarnya sudah mengusulkan itu, tapi kami memang belum mendapatkan jatah," katanya.
Dia menjelaskan, RSUD KRMT Wongsonegoro sudah memiliki peralatan kesehatan yang cukup lengkap, seperti peralatan kemoterapi dan cath lab.

Hanya saja, terkendala dokter spesialis yang belum terpenuhi.
Saat ini, dia menggandeng beberapa dokter spesialis dari rumah sakit lain sebagai dokter mitra.
Namun, pelayanan yang diberikan belum maksimal lantaran waktu pelayanan masih cukup terbatas
"Rumah sakit tipe B seharusnya sudah memiliki dokter spesialis dan sub spesialis. Solusi mengatasi kekurangan, kami tidak buka layanan.
Misalnya, kalau ada kasus bedah kebakaran, itu butuh operasi plastik.
Maka, kami beri rujukan ke rumah sakit lain," urainya.
Susi menambahkan, RSUD KRMT Wongsonegoro saat ini memiliki 1.317 pegawai, sementara yang berstatus PNS hanya 407 orang.

Sisanya berstatus pegawai non aparatur sipil negara (non ASN).
Tentu, hal ini cukup berat baginya.
Sebab, beban untuk membayar para pegawai non ASN cukup besar.
"Selama ini, tunggakan BPJS mencapai sekitar Rp 50 miliar.
Sedangkan beban untuk membayar tenaga non ASN cukup besar.
Kalau ASN bertambah paling tidak kan mengurangi beban kami karena ASN dibayar negara," tutur Susi.
Oleh karena itu, pihaknya akan berusaha kembali mengusulkan formasi kesehatan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan RB).(135 ).