INDENPRES MEDIA ISTANA

Friday, 20 April 2012

ANGLINGKUSUMO MENJADI BONEKA POLITIK BAGI PEMERINTAH PUSAT,

JJogjakarta. Penobatan Kanjeng Haryo (KPH) Anglingkusumo sebagai Pakualam IX oleh Masyarakat Adikarto Kulonprogo dan Masyarakat Hukum Adat Sabang-Merauke ditolak mentah-mentah oleh Paguyuban Kepala Dukuh se Gunungkidul Janaloka. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Janaloka, Sutiyono. Bahkan, Sutiyono menganggap Anglingkusumo hanya menjadi boneka politik bagi pemerintah pusat, terkait dengan RUUK DIJ. Setelah masyarakat menilai bahwa ada perpecahan di internal Keraton dan Puro Pakualaman, lanjut Sutiyono, pemerintah pusat seperti mendapat angin untuk mendukung pro pemilihan. Menurut Sutiyono, mereka berharap rakyat akan mendukung pemilihan Gubenur DIJ. Dan Anglingkusumo adalah boneka dan antek pemerintah pusat. Pengangkatan KPH Anglingkusumo sebagai Paku Alam IX hanya sebuah strategi pemerintah pusat dan gerakan pro pemilihan. Pengangkatan itu, memberi citra buruk Kraton Ngayogyakarta & Puro Pakualaman yang rentan perebutan kekuasaan dan konflik internal, padahal tidak ada. Sutiyono menjelaskan, bahwa pengangkatan itu hanya strategi politik untuk mendukung pro pemilihan. Gerakan pemerintah pusat ini seperti tidak menggunakan akal sehat. Terkait dengan kunjungan Kanjeng Pangeran Haryo ( KPH) Anglingkusumo yang terus menggalang dukungan dengan bersilaturahmi ke tokoh agama di Kulunprogo, Sutiyono menganggap itu hanya pembentukan pencitraan. Sementara itu, Ketua Senopati Mataram di Gunungkidul, Agus Joko Kriswanto enggan berkomentar banyak terkait pengangkatan KPH Anglingkusumo. Menurut Agus konflik Pakualaman adalah konflik internal Puro Pakualaman. Pihaknya mengaku tidak ingin ikut campur.Namun, Senopati Mataram tetap akan eksis untuk berjuang mempertahankan Keistimewaan DIJ Dijelaskan oleh Ketua Paguyuban Kepala Dukuh se- Kulonprogo MADUKORO, Mugiyono yang hadir pengukuhan hanya10 orang alias beberapa orang. Padahal untuk jadi raja Paku Alam ada pangeran dan sistim serta tata cara di Pakualaman atau kesultanan. Untuk kunjunganke Kyai tokoh agama, dan ulama hanya mencari citra. Padahal tidak ada yang mendukung. Ini hanya untuk memecah keistimewaan Jogjakarta. Salah satu keistimewahan Jogjakarta yaitu Sultan adalah Gubenur dan Gubenur adalah Sultan dengan prosesi penetapan. ( Andu Nicolas ).

No comments:

Post a Comment