Yogyakarta.
Tindakan sejumlah petugas dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya, yang ingin menjemput paksa ( menangkap ) salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kompol Novel Baswedan, dinilai sebagai bentuk arogansi Polri.Selain itu, tindakan anggauta Polri tersebut juga dinilai sebagai bentuk pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Demikian dikatakan oleh Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi ( Pukat ) Universitas Gajah mada ( UGM ) Jogjakarta Hifdzil Alim. Menurut Hifdzil tindakan penyerbuan puluhan anggauta Polri ke gedung KPK Jum'at lalu (5/10) malam itu merupakan tindakan tak beretika.
Dikatakan Hifdzil, jika Polri tetap ngotot menjemput paksa para penyidiknya yang bekerja sebagai penyidik di KPK, berpotensi menjadikan kasus ini sebagai " Cicak vs Buaya " jilid II. Jika " Cicak vs Buaya " jilid II sampai terjadi, maka eskalasinya akan semakin besar, dan citra Polri semakin tercoreng di mata masyarakat. Selain itu, tindakan anggauta Polri tersebut juga dinilai sebagai bentuk pelemahan terhadap KPK.
Menurut Hifdzil, perhatian masyarakat terhadap insiden ini begitu besar lantaran hal ini menyangkut kasus korupsi yang cukup besar, dan yang bermain di dalamnya termasuk petinggi Polri yang berpangkat Jenderal bintang dua. Sementara penyidiknya masih tercatat sebagai anggauta Polri dengan pangkat yang jauh lebih rendah.
Ditandaskannya, tindakan arogansi Polri ini justru akan menjadi bumerang bagi institusi berseragam coklat tersebut.
Sementara itu, Direktur Pukat, Oce Madril mengatakan upaya penangkapan salah satu penyidik KPK sebagai bentuk kriminalisasi dan ada indikasi skenario pelemahan KPK.( Andu )
No comments:
Post a Comment