Wednesday, 5 August 2015
Modal Pilkada Peluang Keterpilihan Orang Semakin Tinggi.
Semarang,
Masuk ke politik butuh biaya cukup tinggi. Sebetulnya mengenal politik, modal sosial, dan modal ekonomi yang kuat. Akumulasi modal tersebut kemudian menyebabkan peluang keterpilihan orang semakin tinggi. Kalau calon tersebut punya akumulasi modal, atau setidaknya ada yang salah satu dominan.
Kalau punya itu, maka si calon akan mengurangi cost yang dikeluarkan. Karena bagaimana berkompetisi itu perlu biaya. Itulah yang disebut biaya politik. Biaya politik wajar, sepanjang itu dibenarkan dalam undang-undang.
Modal politik para calon itu harus didukung partai politik. Karena sepakat bahwa pintu masuk jabatan-jabatan politik atau publik melalui partai politik.Itu dirintis dengan partisipasi si calon di partai politik. Maka si calon punya modal politik untuk dicalonkan.
Kedua yakni modal sosial. Ketika punya modal sosial, menyebabkan orang itu akan mengurangi modal ekonomi. Sktivitas si calon punya jaringan yang kemudian muncul relawan.Akan mengurangi baiaya-biaya memperkenalkan diri karena si calon populer,karena punya modal sosial.
Kenapa banyak partai yang mempertahankan petahana karena 50 persen punya modal sosial. Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pasang baliho karena mereka sudah kampanye politik selama lima tahun lamanya.
Dan juga petahana tersebut dalam keseharian dan dekat dengan masyarakat. Kalau sudah terkenal tidak perlu beriklan atau pasang baliho yang banyak karena dia sudah poluler punya elektabilitas tinggi, dan juga punya modal sosial. Kalau punya modal sosial kadang tidak perlu lagi menawarkan diri ke partai,, tapi partai tertarik untuk dicalonkan.
Apalagi selama 4,5 tahun sudah mempunyai kebijakan yang populis maka akan sangat pupoler.Partai tetap selektif kalau berpretasi pasti reward ada.
Seperti Bu Risma, rasa berat untuk melawan Bu Risma karena selama menjabat bekerja keras.Dan itu membuatnya sangat populer, sudah punya modal sosial dan politik. Bu Risma tidak perlu lagi mengeluarkan modal ekonomi yang tidak wajar. Tapi modal ekonomi yang wajar tetap harus dikeluarkan. Ngga ada politik itu gratis.
Beberapa petahana akan jadi calon terpilih lagi karena kinerja dan prestasi bagus. Maka ada beberapa potensi calon tunggal. Bakal calon berpikir kalau pun melawan atau maju percuma karena lawan sudah populer.
Kalau calon tidak punya semuanya, pilihannya modal ekonomi. Nampaknya yang menonjol yaitu banyak yang ingin masuk ke jabatan politk tapi tidak mempersiapkan sejak awal yakni berkarier sebagai politisi atau menjadi kader partai.
Kalau internal tidak perlu uang mahar kareana dipersiapkan oleh partainya untuk kemudian ditaruh pos-pos tertentu sesuai kapastas melalui proses yang panjang. Sumbangan untuk ke partai kemudian dinyatakan punya modal politk.
Terkait dengan uang mahar tersebut, tentu itu ada setiap lima tahun sekali dalam pilkada. Berdasarkan undang-undang uang mahar tersebut itu dilarang. Jika partai menerima akan dihukum. Namun hingga saat ini tidak mudah untuk membuktikan. Sebab tidak bukti kuitansinya.
Kenapa banyak pengusaha yang terjun ke politik? Sebenarnya dunia pengusaha berbeda dengan dunia politik. Dunia pengusaha kegiatannya lebih tidak terbaca oleh masyarakat.
Termasuk juga potensi-potensi bisnis bisa dikembangkan apalagi bila jadi punya kekuasaan dan kewenangan.
Kemudian tiba-tiba mereka ingin terjun karena dalam jabatan politik juga punya akses kemana-mana. Dan juga punya kekuasaan,power itu modal yang luar biasa.
Faktanya hasil penelitian menunjukkan yang diusung akhirnya orang yang punya uang.Kecuali jika punya modal sosial tinggi tidak pakai uang pun orang akan memilih dia.
Dulu memang tidak mudah pengusaha masuk atau hanya sebagian kecil. Kenapa kmudian banyak ketua partai dari pengusaha, dulunya di luar sekarang masuk. Ini karena ruang terbuka. Mereka di dalam partai malah justru aman. Kalau terpilih berkuasa punya lindungan baik dari sisi kebijakan dan dari sisi usaha mereka aman.
Kader partai menjadi posisi satu,sedangkan wakilnya orang yang punya uang terebut. atau sebaliknya.***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment