Wednesday, 12 August 2015
Dialog Calon Wali Kota Semarang Saling Menyindir.
Semarang, Dialog kebudayaan antara tiga bakal calon Wali Kota Semarang di Taman Budaya Raden Saleh ( TBRS ) yang seharusnya membicarakan tentang visi misi soal budaya justru dipenuhi dengan sindiran-sindiran. Dalam pembukaan dialog yang dimoderator pegiat seni Semarang, Achhiar M Permana, tiga bakal calon Wali Kota Semarang adalah Hendrar Prihadi, Soemarmo HS dan Sigit Ibnugroho melontarkan pendapatnya tentang kebudayaan.
Saling sindir awalnya hanya terjadi antar pendukung. Masing-masing pendukung mempunyai yel-yel yang saling bersahutan mendukung " jagoan " masing-masing.
Dalam dialog tersebut, masing-masing calon diberikan kesempatan untuk memberikan prolog tentang budaya dan seni. Mereka memaparkan tema budaya dan seni dari sudut pandang tata nilai, sikap dan budaya jawa.
Namun, pada sesi pemaparan, justru para kandidat tidak tahan untuk saling sindir menyidir, terutama Hendi dan Marmo, yang dulu merupakan satu paket pemimpin Kota Semarang.
Budayawan Jawahir Muhammad melontarkan pertanyaan soal seni budaya di Semarang yang kini mati suri termasuk salah, persepsi soal salah satu ikon kota Semarang yaitu hewan fantasi Warag Ngendhog yang diwujudkan berupa patung di Taman Pandanaran.
Menurut Jawahir bahwa kesenian Warag Ngendhog, bagian dari masyarakat. Di Taman Pandanaran itu tidak ada telornya, kepalanya bukan Warag, ada kesalahan.
Pada saat tokoh seni Teguh Hadi menanyakan tentang rencana politik anggaran kebudayaan dari masing-masing bakal calon. Dari dua pertanyaan itulah timbul sindir-menyidir berlontaran.
Mulai sindir menyidir pada saat Soemarmo memaparkan persoalan budaya dan kesenian di Kota Semarang. Dalam pemaparannya, Soemarmo justru mengungkapkan bahwa selama masa kepemimpinannya dirinya sangat memperhatikan para seniman/ budayawan.
Tidak hanya itu, Soemarmo juga menyindir salah satu calon yang masih memimpin parpol untuk segera menanggalkan jabatannya. Pasalnya, menurut Soemarmo saat seorang calon terpilih sebagai pemimpin, maka harus fokus memikirkan kepentingan masyarakat.
Setelah Soemarmo selesai dengan pernyataan tentang kebudayaan yang disisipi "sindiran" itu, Hendrar Prihadi yang akrab disapa dengan sebutan Hendi langsung menanggapinya. Menurut Hendi tidak ada regulasi soal tersebut dan Hendi menganggap Soemarmo belum terlalu paham.
Masalah anggaran, memang sekarang ini ada aturan dalam Kemendagri sehingga akhirnya muncul angka Rp 150 juta juga. Sebenarnya ingin mengajukan lagi Rp 450 juta tapi nggak bisa karena ada aturan tersebut. Meskipun anggaran minim, nggak mungkinlah wali kota menutup mata. Dan saling berkomunikasi dengan Ketua Dekase, Mulyo Hadi Purnomo, kebutuhannya apa saja, silahkan datang.
Dikatakan pula oleh Hendi bahwa, Pemimpin daerah boleh jadi pemimpin partai politik, karena ada regulasinya. Seperti Soemarmo pernah ditahan dan sekarang menyalonkan lagi, tidak apa-apa, karena regulasinya demikian. Jadi bicara masalah budaya, tidak perlu sindir sana sini.
Seolah tidak mau ketinggalan, ternyata Sigit juga ikut nimbrung menyindir. Awalnya Sigit membahas soal perkembangan budaya di Semarang yang harusnya sejaajar dengan kota lain, namun ketika membahas soal dukungan pemerintah terhadap seniman di Kota Semarang, sindiran itu muncul.
Aksi sindir menyindir itu berlangsung cukup seru padahal tujuan forum hanya untuk berdialog, bukan berdebat. Para pendukung pun bersautan melempar sindiran dan beberapa kali diingatkan oleh moderator.
Diketahui pada Pilkada Kota Semarang periode 2010-2015, Soemarmo dan Hendrar Prihadi terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota Semarang. Namun Soemarmo digantikan Hendi, setelah tersandung kasus. Sementara Sigit mengakui dirinya adalah orang baru.
Dikatakan Sigit bahwa dirinya belum pernah menjabat wali kota sendiri, dan memang diantara calon lainnya yang paling tidak terkenal.****
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment