INDENPRES MEDIA ISTANA

Monday, 3 August 2015

Jagat Politik Mulai Gandrung Bumbung Dan Muncul Wacana " Bumbung Kosong "'

Semarang, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), bumbung berarti tabung bumbu. Penyadap nira aren sangat memerlukannya sebagai penampung nira.Bukan itu saja, bumbung bambu menginspirasi menjadi lagu. " Klontang-Klantung, wong ndres buntute bumbung, apa gelem apa ora...?" Demikian penggelan lgu bumbung. Zaman terus berkembang, tembang bertuah itu pun kini tinggal sejarah.Tak lagi terdengar para penderes melantunkannya. Penyadap modern, kabarnya mulai " pragmatis " lebih suka menggunakan obat kimia untuk merangsang manggar agar lebih banyak menghasilkan nira. Tembang itu bukan sekadar lagu semata, melainkan mantra atau doa para penyadap nira saat akan memulai aktivitasnya agar hasil deresannya banyak dan gula yang dihasilkan bagus. Konon, tembang itu warisan penderes legendaris, Ki Cokrojoyo,yang dikemudian hari dikenal dengan nama Sunan Geseng setelah menjadi di murid Sunan Kalijaga. Bukan hanya didunia penderes di jagad tari pun bumbung menginspirasi. Di Bali, misalnya, ada tarian Joged Bumbung.Tarian pergaulan ini tidak bisa terlepas dari goyangan, dan biasanya dipentaskan dalam acara-acara sosial kemasyarakatan, seperti acara pernikahan Kini, jagad politik ternyata juga mulai gandrung bumbung. Mendadak muncul wacana " bumbung kosong " di sela pilkada serentak segera berlangsung. Bumbung kosong ini,bahasa politiknya berarti penempatan gambar kosong di samping calon tunggal jika pilkada hanya diikuti oleh pasangan calon tunggal. Wacana itu memunculkan beragam spekulai, seperti tudingan hanya akal-akalan partai politik agar pilkada serentak ditunda, dan lainnya. Komisi Pemilihan Umum (KPU ) menyatakan tidak akan membuat peraturan terkait "bumbung kosong ". Seperti diberitakan bahwa, pasangan calon tunggal antara lain berpotensi terjadi di Kota Surabaya dan Kabupaten Banyuwangi, serta Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Atas hal ini, politisi yang tertarik wacana tersebut, beralasan " bumbung kosong " agar tidak kemudian muncul calon boneka yang sekadar jadi pendamping agar pemilu bisa berlangsung. Jika desakan politik makin kuat agar wacana bumbung kosong terwujud, tak bedanya perkembangan tembang bumbu penderes dan joged bumbung. Dan, joget politik itu berpotensi mengancam demokrasi di negri ini. Pilkada serentak bisa jadi bakal bukan lagi pesta rakyat, bak bumbung kosong tampa matra suci tanpa nurani kerakyatan.****

No comments:

Post a Comment