INDENPRES MEDIA ISTANA

Sunday, 23 August 2015

Bentrok Petani Urut Sewu dan TNI Kembali Pecah Lagi.

Kebumen, Konflik fisik antara petani dan TNI Angkatan Darat kembali pecah di kawasan pesisir Urut Sewu, Kabupaten Kebumen, pada hari Sabtu ( 22/8) lalu. Bebtrokan terjadi di tengah unjuk rasa ratusan petani yang menolak pamagaran lahan Urut Sewu untuk uji coba senjata TNI. Empat warga luka berat dan belasan lainnya luka ringan. Aksi itu awalnya hanya dijaga satu regu TNI AD. Namun, saat warga berorasi, personel tentara bersenjata lengkap semakin banyak berdatangan ke lokasi dengan menggunakan beberapa truk. Mereka langsung mengepung warga. Tanpa peringatan terlebih dahulu, bentrok tak terhindarkan. Demonstrasi, petani menolak pemagaran lahan Urut Sewu dimulai sekitar pukul 07.00 WIB. Petani berjumlah 150 orang dengan tangan kosong menghadang pemagaran lahan di Wiromartan, Kecamatan Mirit. Tentara memukuli para petani dengan pentungan. Massa pun kocar-kacir menyelamatkan diri. Namun, pihak tentara terus mengejar mereka hingga ke jalan utama Jalur Lintas Selatan-Selatan ( JLSS ). Sengketa tanah antara petani dan TNI AD telah berlangsung sejak akhir tahun 2000-an. Kawasan yang disengketakan mencakup tanah selebar 500 meter dari garis pantai panjang 22,5 kilometer dari Sungai Luk Ulo hingga Sungai Wawar Kawasan tersebut berada pada 15 desa di Kecamatan Mirit, Ambal, dan Buluspesantren. Empat orang yang menderita luka berat, yakni adalah Widodo Sunu Nugroho, Ratiman, dan Prayogo ketiganya dari Desa Petangkuran. Widodo Sunu yang juga Kepala Desa Wiromartan bahkan harus dirujuk ke RSUD Kebumen karena pendarahan di kepala dan retak tangan. Menurut Muchlisin mengatakan, secara tiba-tiba dipukul saat sedang mempertanyakan legalitas pemagaran lahan. Dan lima belas korban lainnya mengalami luka ringan. Kini mereka dirawat di Puskemas Mirit. Dijelaskan pula oleh Muchlisin bahwa, juga mengalami memar saat dipukuli oleh tentara di depan seorang polisi yang tidak berani melerai. Padahal, Muchlisin sudah lari menjauh dari lokasi saat kondisi semakin kacau. Sejak tahun 2014, pemagaran kawasan sengketa tersebut mulai dilakukan oleh TNI. Pemagaran lahan di kawasan urut Sewu rencananya akan dilaksanakan sepanjang 23 km dengan melintasi 15 desa di tiga kecamatan. Pemagaran tahap pertama di kawasan tersebut sudah dilakukan sepanjang 8 km pada tahun 2014. Saat ini pemagaran tahap kedua mulai dilaksanakan sepanjang 8 km. TNI pun juga mengklaim kawasan tersebut sebagai wilayah pertahanan dan keamanan sehingga dijadikan areal latihan perang serta uji coba senjata. TNI juga membangun kantor Dinas Penelitian dan Pengembangan ( Dislitbang) TNI AD di Desa Setrojenar, Kecamatan Mirit. Petani juga mengklaim tanah tersebut dengan bukti leter C dari desa. Mereka menginginkan kawasan tersebut dijadikan areal pertanian dan wisata. Puncak ketegangan pertama antara TNI dan petani terjadi April 2011 saat pecah konflik fisik yang menimbulkan jatuhnya korban luka dan kerusakan beberapa barang milik petani. Kepala Dislitbang TNI AD Setrojenar, Mayor Infanteri Kusmayadi, menjelaskan, pihaknya sebenarnya sudah melakukan sosialisasi sebelum pemagaran. \menurut Kusmayadi bahwa, tanah itu bukan milik rakyat, tapi tanah negara. Dan juga Kusmayadi sudah jenuh dengan konflik itu. Sebab masyarakat telah dibohongi sehingga melakukan perlawanan. Ketua Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan ( FPPKS ), Seniman mengatakan, sangat menyayangkan sekali pendekatan kekerasan oleh TNI terhadap petani. Seniman juga menjelaskan, mencatat, setidaknya dalam dua bulan terakhir, tiga kali unjuk rasa penolakan pemagaran oleh warga selalu dihadang oleh TNI secara brutal. Dan akibatnya selalu jatuh korban luka. Komandan Distrik Militer 0709 Kebumen Letnan Kolonel Infantri Putra Widya Winaya mengatakan, kedatangan personel TNI AD bersenjata laras panjang, menurut Putra, hanya untuk pengamanan. Bukan untuk menakuti, tapi untuk mengamankan. Menurut Putra, hingga saat ini TNI terus melakukan komunikasi dengan petani tentang status tanah tersebut. Putra juga mengatakan, dari surat Kementerian Keuangan pada tahun 2011, tercatat tanah itu adalah aset TNI AD. Putra mengatakan bukti sertifikat tanah tersebut sudah dimiliki oleh TNI AD. Pernah ditanyakan masalah bukti yang dimiliki oleh masyarakat. Tidak ada. Dan mereka hanya bilang punya letter C saja. Putra juga mengatakan, pemagaran tahun ini akan tetap dilaksanakan sepanjang 8 km di lima desa. Pada tahap pertama, pemagaran dilakukan 8 km di enan desa. Total lahan akan dipagar mencapai 23 kilometer dengan lebar 500 meter. Dijelas pula Putra, masyarakat bisa menggugat lewat jalur hukum jika punya bukti. Tidak usah melakukan secara demonstrasi.****

No comments:

Post a Comment