Jakarta, CNBC Indonesia - Data menjadi tantangan pemerintah dalam menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Tidak hanya di pusat, di daerah juga penyaluran terkendala di masalah data.
Hal ini dikeluhkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan juga Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak. Keduanya mengeluhkan permasalah data ini membuat penyaluran bansos tidak merata dan bahkan terjadi tumpang tindih.
Sri Mulyani mengatakan, data masyarakat di Indonesia yang harusnya menerima bantuan dari pemerintah tidak update. Bahkan, setelah ditelisik, data penerima bansos ini belum di update (diperbaharui) sejak 2015 lalu.
"Nah waktu ditelisik ternyata data itu belum update sejak 2015," ujar Sri Mulyani dalam webinar, dikutip Kamis (13/8/2020).
Data yang tidak diperbaharui ini menimbulkan deviasi antara data Kementerian Sosial dan realita yang terjadi di masyarakat. Oleh karenanya, tidak heran banyak masyarakat yang seharusnya menjadi penerima bantuan tapi belum dimasukkan dan begitu juga sebaliknya.
"Paling sulit, kalau kita lakukan masif, anggarannya diberikan, maka kemungkinan terjadi kalau data belum clean dan consolidated ada pihak yang dapatkan 1 sampai 2 bantuan pemerintah dan ada yang belum atau tidak dapatkan. Ini akan timbulkan dimensi ketidakadilan yang biasanya timbulkan reaksi masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, Emil Dardak mengungkapkan bahwa banyak masyarakat Jatim yang menerima bantuan sosial (bansos) pemerintah tapi tidak terdaftar datanya.
"Ternyata banyak NIK yang masuk ke data penerima bansos, begitu kita cek NIK-nya nggak ada di database. Karena mungkin dulu ketika ditulis atau diketik itu salah," ujarnya dalam diskusi virtual.
Menurutnya, karena data penerima bansos yang tidak terdaftar ini maka banyak masyarakat yang menerima bantuan lebih dari satu kali dan sebaliknya ada yang belum menerima. Pmerintah pun tidak bisa melakukan pengecekan karena data keluarga penerima tidak terdaftar.
"Kalau NIK-nya nggak bisa kita cek, kita nggak tahu dia masuk ke keluarga mana. Karena kita mengintervensi berbasis Kartu Keluarga (KK). Kalau misalnya keluarga ini bisa kita identifikasi, kita bisa tahu apakah di satu KK ini ada bantuan yang tumpang tindih. Ini banyak sekali," kata dia.
Dengan tidak adanya data ini, Pemprov Jatim juga tidak tahu dan tidak bisa melakukan pengecekan bansos tersebut sampai kepada siapa saja. Apakah sudah tepat sasaran atau justru tidak.
"Nah ini kan jadi pertanyaan, lalu bantuannya ini sampai ke siapa sebenarnya? Karena misalnya di suatu daerah ada 200.000 ribu penerima bantuan, tetapi 25.000 itu NIK-nya nggak bisa kita cek. Nah ini menjadi kendala pertama bantuannya diterima siapa," jelasnya.
Padahal, pemerintah ingin semua masyarakat miskin terutama yang sangat terdampak Covid-19 bisa terbantu. Namun, lagi-lagi data menjadi kendala yang paling sulit untuk menyalurkan bantuan tepat sasaran.
"Karena bantuan tentunya tidak unlimited, maka kita prioritaskan pada keluarga yang belum pernah mendapatkan. Nah ini tidak bisa dilakukan manakala NIK-nya invalid," tuturnya. ( RZ/WK )***
No comments:
Post a Comment