INDENPRES MEDIA ISTANA

Monday 2 December 2013

Pembobol Uang Negara Rp 39 miliar Sulit Ditangkap Kejati Jateng Kuwalahan.

Semarang, Kejaksaan Tinggi Jateng sampai saat ini kesulitan menangkap Yanuelva Etliana, terpidana kasus pembobolan Bank Jateng Syariah Semarang, senilai Rp 39 miliar. Dalam status buron, Yanuelva dinyatakan bersalah dan dihukum pidana penjara 1,5 tahun. Selain itu, Yanuelva juga didenda sebesar Rp 500 juta atau setara enam bulan kurungan. Putusan dibacakan tanpa kehadiran terdakwa atau in absentia. Kerugian yang diakui bank milik Pemprov Jateng sebesar Rp 39 miliar dibebankan kepadanya. Jika tidak sanggup diganti dengan pidana tambahan 8 tahun. Yanuelva sampai saat ini masih melenggang diluar penjara. Belum diketahui dimana Yanuelva sembunyi sejak kabur saat memasuki persidangan kasus korupsi. Jaksa pun sudah mengaku mencari. Namun, hasilnya nihil. Pihak Kejaksaan seolah tak serius memburu sang pembobol uang negara tersebut. Kepala Kejaksaan Negeri Semarang, Abdul Aziz berjanji menuntaskan perkara buronan korupsi. Baginya, eksekusi perkara yang belum tuntas akan terus dikejar, termasuk memantau keberadaan daftar buronan dalam Daftar Pencarian Orang ( DPO ) Abdul Aziz, menghimbau pada DPO untuk bisa menyerahkan diri. Kalau pun tidak akan gunakan cara lain untuk menangkap para DPO. Tetapi yang terpenting, meminta masyarakat kalau ada yang menemukan bisa melaporkan ke kejaksaan. Menurut Abdul Azuz, hingga saat ini jaksa masih kesulitan menemukan keberadaan direktur CV Enhat tersebut. Pihaknya sudah meminta kepada masyarakat untuk melaporkan keberadaan Yanuelva. Dalam berkas terpisah, Mahkamah Agung RI menolak permohonan kasasi yang dimohonkan salah satu terdakwa, Djumari. Penolakan juga diberlakukan pada permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang. Hakim Agung membebaskan Djumari dengan untuk membayar pidana tambahan berupa pengembalian uang negara. Djumari dinyatakan tidak terbukti menerima dana dari korupsi tersebut. Ini artinya, Djumari tetap dihukum pidana enam tahun enam bulan penjara. Djumari juga dibebani denda sebesar Rp 200 juta setara dengan dua bulan kurungan. Putusan ini sebagaimana yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi. Jaksa Kejaksaan Negeri Semarang sendiri semula menuntut Djumari dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta setara dengan tiga bulan kurungan. Jaksa juga meminta pergantian uang negara sebesar Rp2,5 miliar. Berdasarkan salinan putusan dari Mahkamah Agung RI diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim Zaharuddin Utama dengan anggauta Abdul Latif dan Syamsulrakan Chaniago. Djumari adalah mantan Kepala Bagian Otonomi Daerah ( Otda ) Pemprov Jateng. Djumari yang juga pernah menjabat Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Pemprov Jateng terlibat dalam penerbitan Surat Perjanjian Pekerjaan ( SPP ) dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK ) dari Otda, yang selanjutnya digunakan sebagai jaminan kridit. Djumari tersandung saat dirinya menjabat sebagai Kepala Bagian Otonomi Daerah Pemprov Jateng tahun 2010. Djumari dinyatakan terbukti bersama-sama Yanuelva Etliana, mengajukan permohonan kredit dengan menjaminkan Surat Pemerintah Mulai Kerja dan Surat Perintah Pembayaran yang diterbitkan Bagian Otonomi Daerah. Belakangan diketahui, dokumen yang dijaminkan itu tidak bernilai anggaran karena tidak memiliki pekerjaan nyata. Saat kridit macet, jaminan itu tidak bisa diuangkan untuk menutup pinjaman. Jumlahnya mencapai Rp 31,72 miliar. Dokumen yang dijaminkan itu dibuat seolah-olah proyek pengadaan di bagian otonomi daerah. Kenyataannya, proyek-proyek itu tidak ada. Lebih dari seratus dokumen dikeluarkan bagian otonomi daerah. Sebanyak 69 dokumen ditandatangani Djumari dan 116 dokumen ditandatangani staff Djumari bernama Soemardi. Hingga tahun 2011 sisa kridit yang belum dilunasi mencapaiRp 24,35 miliar. Lalu Yanuelva mengajukan kredit dengan jaminan dokumen fiktif lagi sebesar Rp 29,35 miliar. Hasil pinjaman tahun 2011 digunakan untuk menutup kredit 2010, menyisakan uang Rp 5,65 miliar. Pinjaman pada tahun 2011 diketahui macet lebih dari Rp 25 miliar. ( Andu )

No comments:

Post a Comment