Wednesday, 11 December 2013
FRANSISKA BUNGKAM DALAM SIDANG HAKIM EMOSIONAL.
Semarang,
Farnsiska Etty seorang les bahasa Inggris menjadi sosok yang berbeda. Pada siding di Pengadilan Negeri Semarang, belum lama ini Etty berani tidak menjawab pertanyaan hakim. Etty menggunakan haknya untuk tidak menjawab. Sontak, hakim pengadilan negeri Semarang naik pitam dan emosional.
Seperti sidang pekan lalu, Etty yang sempat buron selama enam tahun itu terlihat santai menghadapi majelis hakim. Bahkan, beberapa kali majelis hakim yang diketuai I Gede Komang Adinatha dibual emosional dan jengkel kepada terdakwa.
Sebab terdakwa menjawab pertanyaan hakim secara panjang lebar. Namun, jawaban itu tidak sesuai pertanyaan dan terkesan menggurui.
Komang kesal dengan jawaban terdakwa terlontarkan dengan kata dengan nada tinggi jangan “menggurui.” Anda jawab saja seperlunya, jangan melebar kemana-mana biar runtut.
Penggunaan hak untuk tidak menjawab tepat dihari Hari Asasi Manusia ( HAM ) yang jatuh pada tiap tanggal 10 Desember. Konstitusi melindungi semua hak dasar yang melekat pada warga negera . Sebagai guru yang cerdas Etty agaknya memanfaatkan momentum. Sesuai mengambil hak untuk tidak menjawab. Etty tidak mengambil hak untuk berkata bohong. Namun, hakim terlihat berang dengan jawaban Etty yang terlalu panjang dan mengaburkan jawabannya. Beberapa pertanyaan juga dijawab dengan mengalihkan pada proses pemeriksaan perkara sebelumnya.
Saat Komang menanyakan kebenaran surat yang dikirim ke P.T. Pelindo III oleh Evarisan mantan Direktur Legal Resources Center Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia. ( LRC KJHAM ) yang pernah Etty ajak konsultasi, jawaban terdakwa berbelit-belit lagi membuat emosi Komang pun memuncak lagi.
Kejengkelan anggauta majelis hakim, Budi Soesanto, juga tak bias disembunyikan saat memeriksa Etty. Sebab, terdakwa beberapa kali menolak menjawab pertanyaannya.
Etty tetap menyatakan, tak mengetahui, terlebih meminta Evarisan mengirim surat ke perusahaan tempat Udanranto berkarier tersebut. Terdakwa mengaku hanya sebatas berkeluh kesah kepada Evarisan yang saat itu menjabat Direktur LRC KJHAM.
Hakim semula menanyakan alasan terdakwa memilih kabur ke Jakarta sementara siding belum berlangsung. Hakim hendak menanyakan alasan, karena Etty telah mengirimkan surat setelah satu minggu ditahan Lapas Wanita Bulu Semarang agar kasusnya cepat selesai.
Namun, Etty berbicara diplomatis soal mengapa sampai enam tahun tidak memberitahu majelis hakim. Etty mengaku dirawat dua tahun. Dan memang tidak mengirim surat ke majelis, tapi selalu dikirim ke pengacara Sebastian.
Di luar ruang sidang, Evarisan yang datang ke persidangan menyatakan penanganan pengaduan Etty yang dia lakukan sudah sesuai prosedur. Di antaranya korban harus proaktif membuat surat dan kronologi kejadian.
Prinsip lain dijunjung lembaganya adalah no blamingthe victim ( tak menyalahkan korban ). Pihaknya pun percaya dengan apa yang dilaporkan korban yang mengadu. Jadi, kalau ada kebohongan silahkan dipertanggungjawabkan secara hukum oleh korban.
Pengaduan itu ditindaklanjuti dengan melaporkan Udaranto ke manajemen P. T Pelindo III. Udaranto yang tidak terima kemudian melaporkan Etty ke kepolisian atas dugaan pencermaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
Etty adalah bekas mitra kerja Udaranto dalam pembelajaran bahasa Inggris di TPKS. Padahal, Etty mengadu ke LRC-KJHAM dengan mengaku dilecehkan dan menerima perlakuan tidak menyenangkan dari yang bersangkutan. (Andu)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment