"Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka dengan Teguh Prakosa," kata Ketua DPP PDIP Puan Maharani saat membacakan rekomendasi, baru-baru ini.
Pembacaan rekomendasi dilakukan di kantor DPP PDIP dan disiarkan secara virtual kepada DPD.
Menanggapi hal ini Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan majunya Gibran di Pilwakot merupakan bagian dari memanfaatkan momentum, dengan elektabilitas dan popularitasnya yang dipastikan tinggi.
"Dia belajar dari anak presiden yang lain, kalau bapaknya sudah tidak menjabat susah untuk menang," kata Hendri.
Namun menurutnya majunya Gibran ini tidak bisa disamakan dengan jejak Jokowi dari pengusaha, menjadi walikota, dan hingga akhirnya menjadi presiden. Hendri mengatakan kondisi ketika Jokowi maju menjadi walikota tidak ada konflik yang mewarnai partai pendukung, dengan sekarang Gibran maju di Pilwakot diwarnai konflik sudah berbeda.
"Selain itu Gibran mendapatkan dukungan dari PDID dan di sana basisnya kuat sekali. Kali ini Gibran juga mendapatkan dukungan dari oposisi kan PKS juga mendukung dia. Yang ditunggu sebenarnya siapa yang berani melawan Gibran?" katanya.
Jika tidak ada lawan yang bersedia maju melawan Gibran, kemungkinan dia akan menghadapi kotak kosong dan sulit diduga.
Meski kondisi Jokowi dan Gibran berbeda, namun menurut Hendri tidak dapat dipungkiri ada kekhawatiran dinasti politik. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah dinasti politik di era demokrasi ini. Pertama, mencegah kerabat lainnya untuk memanfaatkan jabatannya untuk ikut maju. Kedua, tidak ada keinginan kerabat pemimpin untuk maju konselasi kepala daerah. Ketiga, tidak dipilih rakyat.
"Yang menentukan ujungnya rakyat kalau rakyat tidak suka ya tidak terpilih," kata Hendri.
(RZ/WK )***
No comments:
Post a Comment