INDENPRES MEDIA ISTANA

Saturday, 5 September 2020

China Mau Bangun Pangkalan Militer, Ini Respons RI.

Jakarta, ( INDENPER-MEDIA )----Pemerintah Indonesia melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah berkomentar soal laporan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) ke Kongres terkait kemungkinan pendirian pangkalan militer China di sejumlah negara termasuk Indonesia.

Ia mengatakan hal tersebut tidak memungkinkan karena konsep politik luar negeri RI, yang memegang teguh sikap "bebas aktif".

"Politik Luar Negeri RI yang bebas aktif tidak membuka ruang untuk adanya kerjasama militer semacam ini dengan negara mana pun," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia melalui pesan singkat, baru-baru ini.

"Tidak mungkin ada kerjasama semacam ini, terlebih lagi Indonesia adalah negara yang aktif mendorong kawasan ASEAN yg damai, bebas dan netral (ZOPFAN) dan konsisten menolak pangkalan militer asing di kawasan Asia Tenggara."

Sebelumnya laporan Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon ke Kongres menyebut bahwa China hendak membangun pangkalan militer di sejumlah negara.

Dikutip dari website www.defense.gov, militer AS menyebut China menargetkan sejumlah negara di dunia seperti Myanmar, Thailand, Singapura, Pakistan, Sri Lanka, Uni Emirat Arab, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola, dan Tajikistan, termasuk Indonesia.

"China kemungkinan besar sudah mempertimbangkan dan merencanakan fasilitas logistik militer tambahan untuk mendukung proyeksi angkatan laut, udara, dan darat," tulis laporan itu, baru-baru ini.

AS menyebut China menggunakan proyek Belt and Road Initiative (BRI/OBOR) sebagai perantara, dengan sejumlah negara, termasuk Indonesia, turut menjadi pesertanya.

Proyek ini merupakan program yang diinisiasi Presiden China Xi Jinping pada 2013 lalu yang bertujuan membangun infrastruktur darat, laut, dan udara secara besar-besaran untuk meningkatkan dan memperbaiki jalur perdagangan dan ekonomi antar negara di Asia dan sekitarnya.

Di mana BRI menyediakan dana pembiayaan yang besar bagi anggotanya, hingga US$150 miliar atau setara Rp 2.137,6 triliun per tahun.

Dana itu bisa dipinjam negara peserta program tersebut untuk membangun infrastruktur mereka.

"Saat ini, China menggunakan infrastruktur komersial untuk mendukung semua operasi militernya di luar negeri, termasuk kehadiran PLA di wilayah negara lain, termasuk pangkalannya di Djibouti," tulis laporan itu lagi. ( RZ/WK)****


No comments:

Post a Comment