INDENPRES MEDIA ISTANA

Sunday, 20 September 2020

Makna Tersirat Baju Lurik yang Dipakai Gibran-Teguh Saat Daftar di KPU, Pemerhati: Bukan Khas Solo.

FoTO : Selvi Ananda menemani suaminya Gibran Rakabuming Raka di Markas Banteng Jalan Hasanudin Nomor 26, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, baru-baru ini.


Solo, ( INDENPERS-MEDIA )-----Busana yang dikenakan Bakal Paslon Wali Kota - Wakil Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa saat mendaftar Pilkada Solo 2020 mencuri perhatian.

Saat datang ke KPU Solo, mereka kompak memakai busana tradisional model lurik.

Busana tersebut sangat erat dengan budaya Jawa.

Terlebih, Kota Solo juga serat dengan Kota Budaya.

Namun, busana yang dikenakan Gibran - Teguh tersebut bukan berasal dari Solo.


"Sepanjang sumber sejarah yang ada bahwa kain tenun lurik itu sejak zaman Majapahit pada abad 14-15 Masehi," ungkap Pemerhati budaya UNS Solo, Tunjung W Sutirta baru-baru ini.

"Dari zaman Majapahit kemudian berkembang ke berbagai daerah di Jawa termasuk di Solo dan Yogyakarta," imbuhnya menegaskan.

Kendati demikian, sambung Tunjung, untuk tren lurik sendiri tidak berkembang di Kota Solo.

"Hampir tidak dijumpai sentra produksi kain lurik di Kota Solo," sambung dia.

Ia pun turut berkomentar ikhwal makna lurik yang dipakai Paslon yang diusung PDI Perjuangan itu.

Dikatakan olehnya jika kain lurik yang dipakai Gibran-Teguh bermotif Tuluh Watu.

"Motif Tuluh Watu itu memiliki arti batu yang bersinar," katanya.

"Simboliknya adalah untuk penolak bala," imbuhnya.

Selain itu, kata Tuluh sendiri bermakna perkasa.

Jenis motif yang dipakai Gibran-Teguh pun tak sembarang.

Lanjut dia, jika di jaman dahulu hanya orang tertentu yang menggunakan motif lurik jenis Tuluh Watu tersebut.

"Motif Tuluh Watu itu dahulu hanya boleh dipakai orang yang punya kepribadian kuat dan berbudi luhur," pungkasnya. ( RZ/WK )***

No comments:

Post a Comment