INDENPRES MEDIA ISTANA

Thursday 7 November 2013

PB XIII MENGIRIM SURAT BERTINTA EMAS KE PEMKOT SOLO BUBARKAN DEWAN ADAT

SOLO Perseteruan dua kubu di dalam Keraton seolah tidak akan pernah berakhir. Setelah menjadi mediator, justru kini Pemkot Solo diminta membubarkan Dewan Adat. Kepada orang nomor satu di Pemkot itu, PB XIII meminta tiga hal terkait konflik internal di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Yakni, permohonan perlindungan hukum, bantuan keamanan atas kepemimpinan dan kewibawaan, serta keselamatam diri SISKS Pakoe Boewono XIII dan keluarga. Selain itu juga permohonan agar Pemkot Solo menyelamatkan tanah dan bangunan milik Keraton berikut segala kelengkapan yang ada di dalamnya. Permintaan itu disampaikan langsung Raja Pakoe Boewono XIII melalui surat yang dikirimkan ke Balaikota, belum lama ini. Surat berlabel sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoe Boewono XIII itu diketik menggunakan tinta emas. Surat bernomor 33/PBXIII/XI?2013 itu diterima langsung Walikota Solo Fx I tadi Rudyatmo. Menanggapi isi surat tersebut, Rudy berjanji segera mengkoordinasikan kepada Muspida selaku yang berwenang mengangani hal tersbeut. Menurut Rudy surat yang diberikan juga ditembuskan ke-27 instansi. Akan merespon apa yang menjadi maksud dan tujuan dari Keraton. Dan juga akan berkoordinasi dengan muspida terkait pengamatan dan perlindungan karena ini ramahnya ada pada kepolisian TNI. Dijelaskan pula oleh Rudy tidak mau gegabah diselesaikan dulu keabsahan surat 181.1/6619/SJ yang selama ini diperdebatkan itu palsu. Dan menunggu hasil kajian hukumnya bagaimana, setelah itu selsai, baru selaku pemangku wilayah akan bertindak tapaksi. Yang jelas, tidak ingin Cagar Budaya ini terbengkalai hanya karena konflik internal Keraton. Disinggung tentang permi ntaan PB XIII pada poin 2c yang meminta pemerintah RI dalam hal ini Pemkot Solo membubarkan dam mengeluarkan Ormas Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat beserta perguruan silat SH Teratai dari lingkungan Keraton. Rudy belum bisa meluluskan. Masih menunggu keabsahan surat 2 Oktober dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dari kajian hukum. Apabila kebasahan surat tersebut sudah bisa dipastikan, pihaknya baru akan mengambil sikap. Sementara itu, Mahapatih KGPH Tedjowulan di Sasana Purnama menyatakan, pembubaran Lembaga Dewan Adat sudah pas karena keberadaanya dinilai tidak sesuai angger-angger, ugeran-ugeran, dan Pangeran Keraton Solo. Tedjowulan menegaskan pembubaran Lembaga itu dilakukan melalui berbagai pertimbangan. Dikatakan Tedjowulan, saat ini Lembaga Dewan Adat telah menguasai secara fisik aset yang ada di lingkungan Keraton Surakarta. Seperti, kompleks alun-alun utara (alut) dan alun-alun selatan. Meliputi, Gladak, Pagelaran, Kompleks Sasana Sumewa, Manganti, dan Kedhaton. Tedjowulan menegaskan sudah seharusnya Lembaga Adat yang ada di Keraton ini dibubarkan. Soalnya, tidak sesuai. Kalau keberadaan Dewan Adat ini tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan merusak keberadaan Keraton Surakarta sebagai Cagar Budaya. KGPH Puger saat dikonfirmasi menyayangkan permintaan pembubaran Lembaga Dewan Adat. Menurut Puger, lembaga tersebut merupakan bagian tak terpisahkan Keraton yang sejak dulu ada dan berfungsi sebagai konsultan bagi Raja. KGPH Puger, berharap, semua pihak bisa menyikapi yang terjadi di internal Keraton menggunakan kepala dingin dan tidak terburu-buru. Pihaknya pun mengakui terbuka melakukan komunikasi pada siapapun termasuk apabila diminta PB XIII. Dijelaskan pula oleh KGPH Puger kalau ada pernyataan soal pembubaran ini seperti menyelesaikan masalah dengan masalah intinya bukan pada lembaga adatnya. Apalagi kalau memang ini dalam rangka menyelesaikan apa yang disebut konflik tidak secara main potong jalan seperti ini. Toh pemerintah pun sudah menginstruksikan bahwa penyelesaian masalah harus dilakukan secara bertahap dan kekeluargaan. (Andu)

No comments:

Post a Comment