Jakarta.------Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan merumahkan karyawan terus terjadi karena imbas pandemi COVID-19 atau corona. Berdasarkan catatan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hingga Jumat (9/4), sudah sebanyak 1,4 juta lebih pekerja telah dirumahkan dan terkena PHK.
Terbaru, ada lagi para karyawan yang terancam kena PHK. Tarif kapal ferry yang tak jua naik mengancam kelangsungan usaha penyeberangan dan kelancaran logistik di tengah wabah virus corona (Covid-19) di Tanah Air.
Meskipun tarif kapal ferry sudah dibahas lebih dari 1,5 tahun dan disepakati bersama pelaku usaha penyeberangan, hingga kini tarif tersebut belum juga ditetapkan oleh instansi yang dianggap berwenang.
Menurut Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur Bambang Haryo Soekartono, mengatakan pejabat Kemenhub dan Kemenko Marves belum satu suara dalam masalah ini.
Bambang Haryo yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), menilai berlarut-larutnya penetapan tarif tersebut membahayakan angkutan penyeberangan, dimana saat ini sudah kesulitan menutupi biaya operasional, bahkan membayar gaji karyawan dan kru pun susah.
Beberapa pengusaha juga mengalami kesulitan mengembalikan bunga permodalan dan bahkan akan ditarik oleh pihak perbankan. Sehingga keberlangsungan hidup angkutan ferry yang dikatakan komersial terancam dan pasti juga akan mengancam keselamatan dan kenyamanan angkutan yang diakibatkan kebijakan penyesuaian tarif yang terus menerus dipolitisasi," ungkapnya, Sabtu (11/4/2020).
Berdasarkan informasi Gapasdap, sebagian besar perusahaan penyeberangan di lintasan Ketapang-Gilimanuk terancam berhenti beroperasi karena tidak mampu lagi membayar gaji karyawan. Kondisi yang sama juga terjadi di beberapa lintasan lain, apalagi ditambah dampak wabah Covid-19.
Menurut Bambang Haryo, tertundanya penyesuaian tarif ini menunjukkan bahwa koordinasi antara pejabat Kemenhub dan Kemenko Marves masih kurang baik, meskipun saat ini sudah berada di bawah kepemimpinan Menko Marves Pak Luhut Binsar Pandjaitan.
"Sebenarnya penyesuaian tarif ferry sudah dihitung dan diketahui bersama selama 2 tahun tetapi tidak seluruhnya direalisasikan. Padahal seharusnya berada di hitungan 30-40%, tetapi hanya direalisasikan antara 8 sampai 14% saja," kata Bambang.
"Bahkan seharusnya Pemerintah bersyukur dengan adanya transportasi laut yang berfungsi The Real Toll Laut dengan melayani publik 24 jam tepat waktu yang diatur oleh Pemerintah. Apabila penyeberangan terhenti, Pak Jokowi pasti disalahkan rakyat karena logistik antar pulau seluruh Indonesia akan macet total dan ekonomi terganggu. Dalam kondisi darurat Covid-19 seperti sekarang dampaknya akan luar biasa besar," ujarnya. ( RZ/WK )***


No comments:
Post a Comment