INDENPRES MEDIA ISTANA

Wednesday 2 September 2015

Tempe Krisis Kedelai ?

Ibu-ibu dikampung-kampung sekarang pada mengeluh sebab tempe mulai mahal dipasaran, sebab kedelai mahal, sebab harus impor dari Amerika, sebab dimana-mana produsen tempe mulai pada mengurangi produk, bahkan ada yang kemungkinan gulung tikar. Tempe itu simbol makanan rakyat. Mahalnya harga kedelai yang berakibal mahal pula tahu dan tempe bukan yang pertama. Dua tahun lalu, bahkan tahu dan tempe sempat hilang dari pasaran lantaran harga kedelai yang selangit. Dan kini kasus serupa terulang menyusul makin merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Ibu-ibu mengomel, katanya percuma saja pemerintahan ini dipenuhi oleh orang-orang pinter secara akademik, pejabatnya bertitel, menteri-menterinya juga bertitel, tapi menghadapi tempe bertekuk lutut, berkeluh kesah, dan saling tuding menuding. Kalau nanti tahu dan tempe hilang kembali dari pasaran, itu tanda negeri ini tidak punya kedaulatan dan ketahanan pangan. Maka bolehlah belajar malu pada RRC, meski penduduknya lebih satu miliar, tapi bisa kasih makan rakyatnya, dan malah ekspor pangan kemana-mana. Kasihan memang, rakyat dari waktu ke waktu tidak dibela dan tidak ada keberpihakan yang nyata. Lantas apa sebenarnya tujuan kita bernegara ? Ibu-ibu mengomel, katanya pemerintah hari ini nggak punya fokus terhadap apa yang harus dijadikan prioritas. Terlalu kegedean gaya. Ibu-ibu di kampung pada mengeluh harga-harga kebutuhan pokok pada berjingkrak, sebentar lagi lebaran Idul Adha, ada yang akan pulang mudik meski tidak sebanyak mudik Lebaran Idul Fitri, dan baru saja lewat tahun ajaran baru sekolah, tidak sedikit biaya mencekik leher. Harga-harga pada naik, tarif angkutan naik, seolah- olah cuma celana dalam dan harga diri saja yang turun. Kata penyair Rendra, negeri ini pejabat. Kebudayaan priyayi tempo dulu diberi tambal sulam dengan gombal-gombal khayalan baru. Sementara itu Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia ( GINSI) Rofiq Natahadibrata, menjelaskan bahwa jumlah impor kedelai masih tinggi. Sebab, para pengrajin lebih senang menggunakan kedelai impor. Hanya saja, menurut Rofiq, mestinya pemerintah tidak membiarkan kondisi mulai tumbangnya usaha kecil menengah di Indonesia. Pemerintah harus memberikan perhatian khususke UKM, salah satunya lewat subsidi. Menurut Rofiq bahwa karena pengrajin tempe tahu sangat tinggi ketergantungannya ke impor, makanya saat dolar naik. Keelai impor harganya sangat tinggi sekarang. Selain itu, lanjut importir ini, pemerintah harus menggalakkan menanam kedelai secara masif. Dengan demikian ketergantungan ke impor mulai dikurangi sedikit demi sedikit. Rofiq juga mengatakan, mestinya pemerntah bisa menyisihkan sedikit subsidi kepada pengrajin atau pedagang tempe tahu. Kalau tidak, makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia harganya tidak tertahankan. Tempe tahu ini makanan utama masyarakat. Kan lucu bahan bakunya malah diimpor . Kalau pemerintah menggalakkan petani menanam kedelai. Ini agar ekonomi kita kuat dan tidak mudah guncang kala krisis ekonomi global. Penjual kedelai grosiran mengatakan, sudah hampir sepekan ini harga kedelai meningkat menjadi Rp7.100/ kilogram. Sebelumnya, bahan baku pembuatan tahu dan tempe itu dijual Rp 6.750/kilogram. Soal tempe ini ternyata soal kesalahan sejarah. Negeri agraris tidak punya kedelai. Tukang sayur dan pedagang tempe tidak bisa lagi tersenyum. Soal tempe ini memang soal kesalahan sejarah. Elit kita hari ini tidak mau mengoreksi dan alergi terhadap sejarah bangsa sendiri. Praktik impor yang membuka peluang korupsi jadi indikator pertumbuhan ekonomi. Bila harga kedelai tidak bisa dikendalikan dan terus melambung maka bakal beredar lelucon bahwa tempe jadi barang berharga, jadi barang mewah, seperti emas, dan berlian, bahkan batu akik. Padahal, tempe satu-satunya makanan farovit orang-orang miskin. Kita kembali ingat dengan Resopim, pidato Soekarno pada tahun 1957, katanya ; Kalau sistem politik yang kita anut tidak memberikan manfaat kepada rakyat banyak, kita harus herzien sistem itu. Ya, ditinjau kembali sistem itu, dan menggantinya dengan sistem yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa kita, lebih memberi pimpinan ke arah tujuan, yaitu masyarakat keadilan sosial. Padahal, kita bangsa tempe, dan dengan tempe dulu kita gagah berani mengusir Belanda, berani bilang Go to Hell pada Amerika, berani menghardik kolonialisme- imperialisme, tapi rakyat punya harapan sebab elitnya ketika itu tidak korup, sehingga rakyat tidak merasa ditipu dan dibohongi.****

No comments:

Post a Comment