INDENPRES MEDIA ISTANA

Friday 25 September 2015

Cara Represif Jadi Pilihan Terakhir.

Semarang, Sejumlah pejabat pusat hadir menjadi nara sumber dalam rapat koordinasi Pemantauan Kinerja Pelaksanaan APBN/APBD Tahun 2015 di Wisma Perdamaian Semarang, baru-baru ini. Mereka di antaranya Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Jaksa Agung Prasetyo mengharapkan seluruh kepala Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri untuk mendukung keberhasilan penyerapan APBN/APBD karena negeri ini sedang berusaha keluar dari perlambatan ekonomi. Agung Prasetyo menegaskan cara represif akan menjadi pilihan terakhir dalam mengambil tindakan hukum terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan terkait percepatan penyerapan dana APBN dan APBD. " Represif menjadi pilihan terakhir. Jajaran Kejaksaan akan dampingi pejabat daerah. Ia menuturkan kejaksaan telah membentuk tim pengawal dan pengamanan pemerintah dan pembangunan (TP4) juga memberi penyuluhan hukum kepada masyarakat, misalnya terkait dengan masalah pembebasan lahan. Juga ditegaskan oleh Agung Prasetyo bahwa TP4 akan berfokos kepada upaya pencegahan. Sementara itu Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti yang juga menjadi nara sumber dalam kegiatan tersebut. Bahkan, Badrodin menyarankan para kepala daerah agar menginventarisasi berbagai hal yang berpotensi menjadi masalah hukum. Indentifikasi yang membuat keraguan, cari solusinya. Bisa konsultasi dengan Kepolisian, kejaksaan, ada TP4. Menurut Badrodin, pejabat tidak perlu takut dalam mengelola keuangan negara sepanjang tidak ada niat jahat. Meski demikian lanjut dia, jika ditemukan bukti atau fakta terjadinya penyimpangan, kecenderungan merugikan keuangan negara atau penyalahgunaan kewenangan, tetap akan dilakukan penindakan. Sedangkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menginstruksikan seluruh camat yang daerahnya akan melaksanakan pemilihan kepala daerah untuk membangun komunikasi menjelang pilkada dengan aparat penegak hukum serta tokoh-tokoh agama guna mengantisipasi terjadinya konflik. Mendagri mengungkapkan bahwa permainan jumlah perolehan suara pada pilkada itu terjadi di tingkat kecamatan. Kuncinya kesuksesan pilkada ini ada kecamatan sehingga camat harus diingatkan bahwa permainan suara itu di kecamatan. Menjelang pilkada serentak di 269 daerah pada tanggal 9 Desember 2015, Kementerian Dalam Negeri sudah memetakan daerah-daerah yang rawan terjadi konflik. Selain itu, Mendagri juga mengintruksikan bupati dan walikota yang daerahnya akan menyelenggarakan pilkada agar ikut mengingatkan camat untuk menjaga netralitas dengan baik. Menurut Tjahyo bahwa, konflik rawan terjadi pada saat tahap penetapan pemenang pilkada. Mohon aparat Kepolisian lebih konsentrasi pada penetapan pemenang. Khusus di Jawa Tengah, kata Mendagri, beberapa daerah yang jumlah penduduknya padat, seperti Kota Semarang, Cilacap, Tegal, Surakarta, dan Pati, yang perlu mendapat perhatian khusus terkait dengan antisipasi terjadinya konflik pada pilkada.****

No comments:

Post a Comment