Semarang- Jawa Tengah.
Dinas Tata Kota dan Perumahan ( DTKP ) Kota Semarang diminta memperbaiki layanan perizinan. DTKP dinilai belum menerapkan transparansi prosedur layanan yang bsa memicu korupsi dan membingungkan publik.
Kepastian biaya pelayanan perizinan juga tidak diinformasikan kepada publik. Padahal soal biaya pelayanan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Walikota Semarang.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) Jawa Tengah, Sudjono, belum lama ini, berdasarkanhasil pengamatan kepada sejumlah satuan kerja perangkat daerah ( SKPD ) di Pemkot Semarang. Menurut Sudjono, tidak transparannya DTKP dalam pelayanan periinan tampak dari tidak adanya informasi, baik berupa brosur, form, maupun papan pengumuman tentang jenis pelayanan.
Selain itu, Sudjono mengatakan, DTKP juga belum neniliki lokasi pelayanan yang memadai dan nyaman untuk para permohonan izin. Tidak ada mekanisme nomor urutan antrean menggunakan mesin pencetak nomor urut. Masyarakat yang hendak mengurus izin harus menyerahkan berkas kepada petugas dan setelah ditentukan petugas yang akanmelayani, permohonan dapat masuk ke ruang kerja pelayanan.
BPKP juga menilai ada tumpang tindih ( overlapping antara DTKP dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu ( BPPT ) dalam hal persyaratan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ).
Menurut Sudjono, tidak ada pemisahan antara front office dan back office, sehingga loket pendaftaran, penyerahan dokumen, penanganan pengaduan, dan ruang tunggu, semuanya bergabung dengan petugas pelayanan. Standar Operasional Prosedur ( SOP ) saja mereka tidak punya.
Untuk mengurus IMB, para pemohon diminta melampirkan Keterangan Rencana Kota ( KRK ), salinan KTP, bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) dan bukti penguasaan tanah. Untuk mendapatkan KRK, pemohon harus datang ke DTKP dengan melampirkan syarat serupa, yakni salinan KTP, bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB ) dan bukti pengusaan tanah.
Dijelaskan pula oleh Sudjono, hal-hal seperti ini harusnya disosialisasikan oleh DTKP maupun BPPT kepada masyarakat, supaya masyarakat paham dan tidak perlu bolak-balik untuk mengurus izin. Sehingga proses perizinan bisa berjalan lebih cepat.
Sementara itu, Komisioner Ombudsman RI, Kartini Istiqomah mengatakan,buruknya pelayanan publik di DTKP dapat memicu terjadinya tindak pidana korupsi.Terlebih, DTKP tidak memiliki SOP sebagai landasan pelayanannya.
Dijelaskan pula oleh Kartini,bahwa korupsi sangat mungkin terjadi kalau layanan publik yang diberikan buruk.Biasanya modusnya adalah dengan penundaan pemberian izin, supaya masyarakat yang ingin cepat mendapat perizinan harus memberikan insentif. ( Andu ).
No comments:
Post a Comment