INDENPRES MEDIA ISTANA

Monday, 23 August 2021

Amir: Buyut Pemilik GCA Pernah Bantu AS Ketika Bangkrut Akibat Great Depression.

INDENPERS MEDIA ISTANA,JAKARTA --------------------------------------Belakangan ini keberadaan global collateral account (GCA) bernomor 103.357.777 milik Inderawan Hery Widyanto sedang menjadi perbincangan publik setelah dipublikasikan media.

Banyak yang sebelumnya tak tahu menjadi tahu, namun yang kini tahu banyak pula yang tak percaya karena ternyata ada anak bangsa yang memiliki uang yang luar biasa banyak, dan telah digunakan banyak negara, termasuk negara adidaya Amerika Serikat, dan negara maju seperti Jepang, untuk mengatasi masalah keuangan di negara-negara itu.

Sekilas, bagi yang baru tahu, keberadaan GCA tak ubahnya bagai sebuah cerita fiksi, karena melibatkan organisasi Internasional bernama Committee 300, bank-bank sentral di dunia, termasuk Bank Indonesia, dan uang dengan nilai yang sangat luar biasa banyak. Bahkan ketika keberadaan rekening itu di BI dikonfirmasi kepada Ajeng Rebecca dari bagian Departemen Komunikasi bank sentral Indonesia tersebut, dia hanya mengatakan akan melakukan konfirmasi ke pejabat BI terkait, namun setelah itu tidak memberikan keterangan apapun.

Sementara seorang pejabat di lingkungan BI yang sebelumnya dikonfirmasi, memastikan GCA atas nama Inderawan Hery Widyanto itu tidak ada.

“Di bank sentral tidak ada rekening perorangan. Bank sentral kelola rekening bank,” kata pejabat yang tak mau disebutkan namanya itu.

Amir Hamzah, pengamat kebijakan publik yang mengungkap keberadaan GCA dan memiliki akses langsung ke Inderawan mengatakan, keberadaan GCA diketahui oleh departemen di BI yang menangani treasury, yakni departemen yang menangani aktivitas finansial yang berkaitan dengan 3 aktivitas utama, yaitu manajemen kas, investasi kas, dan transaksi pembayaran.

“Di luar departemen itu saya rasa tak tahu,” katanya kepada wartawan di Jakarta, baru-baru ini.

Dia menjelaskan, keberadaan GCA milik Inderawan dapat ditelusuri melalui client information sheet (CIS) di BI yang berisi biodata tentang pemilik rekening tersebut, dan juga dari rekening berkode 103, sesuai tiga angka di depan nomor GCA tersebut, yakni 103.357.777.

“Rekening bekode 103 itu merupakan rekening penampung royalti yang dibayarkan negara-negara yang memanfaatkan GCA. Dari rekening berkode 103 tersebut, royalti dapat ditransfer ke rekening milik Inderawan yang tiga di antaranya berada di bank milik pemerintah,” jelas Amir.

Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) itu menyebut, tiga rekening milik Inderawan di bank pemerintah di antaranya berada di Bank Mandiri dengan nomor 903988xxx. Sedang rekening Inderawan di bank swasta di antaranya berada di BCA dengan nomor 562553xxx.

Amir mengingatkan bahwa jika pemerintah ingin menggunakan dana di GCA untuk menutupi defisit APBN, maka royalti yang telah dibayarkan pemerintah Amerika Serikat sebesar US$ 25 miliar dan dari Jepang sebesar US$ 238 miliar, harus lebih dulu ditransfer BI ke rekening-rekening milik Inderawan itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, menurut Inderawan kepada Amir, Jepang telah delapan kali menggunakan dana GCA sejak 2010, dan dari setiap penggunaan itu, Jepang membayar royalti sebesar 0,5%, sehingga total royalti yang dibayarkan mencapai US$ 238 miliar.

Sementara AS menggunakan dana GCA di masa presiden negara itu dijabat Donald Trump. Dari komitmen penggunaan sebesar US$ 5 triliun, hingga Trump lengser pada 20 Januari 2020 dan digantikan Joe Biden, baru terealisasi US$ 2,5 triliun dan telah pula membayar royalti US$ 25 miliar.

Menurut Amir, berdasarkan keterangan Inderawan, royalti dari AS dan Jepang dengan total US$ 263 miliar tersebut telah ditransfer ke GCA Inderawan di BI, tapi hingga kini dana itu tertahan di sana.(RZ/WK)****

No comments:

Post a Comment