INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA----------Banyak negara termasuk Indonesia kini menerapkan kebijakan pelonggaran aktivitas bagi mereka yang sudah divaksin Covid-19. Di sisi lain, ada saja pihak yang menolak divaksin, tentunya tak akan mendapatkan kemudahan melakukan mobilitas di tengah pandemi.
Masyarakat yang telah divaksinasi pun mendapatkan banyak kelebihan. Mereka mulai dapat melakukan perjalanan bebas tanpa karantina hingga mulai diizinkan untuk melepaskan masker mereka di tempat umum.
Meski begitu, ada satu tantangan besar yang menghantui vaksinasi ini. Ancaman itu datang dari kelompok yang belum atau menolak divaksin. Kelebihan-kelebihan ini akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial yang dirasa tidak adil bagi para kaum yang belum divaksin. Bahkan beberapa pihak yang enggan untuk divaksin menganggap bahwa ini merupakan tindakkan yang mirip dengan langkah diktator.
"Mereka yang berkuasa membatasi, secara hukum, kebebasan dan martabat individu," ujar Marco De Matteo, pemuda asal Italia yang memiliki hobi tamasya.
"Pemberlakuan izin hijau (izin bekerja untuk yang telah divaksin) di dunia kerja, baik di publik maupun di sektor swasta memecah masyarakat," katanya.
De Matteo juga prihatin bahwa vaksinasi ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan sipil. Mereka menyebut bahwa wajar bila banyak pihak meragukan vaksin sehingga menolaknya, namun memberlakukan larangan atau pembatasan bagi kaum yang menolak bukanlah hal yang adil.
"Di Italia, banyak orang mengorganisir demonstrasi damai. Orang-orang dari semua lapisan masyarakat dan latar belakang ekonomi yang peduli dengan kebebasan, martabat dan kesehatan setiap orang. Tetapi mereka dicap sebagai teori konspirasi," tambahnya.
Sebuah penelitian pun diadakan untuk menguak alasan masyarakat ini menolak vaksin. Lembaga survei Morning Consult menyebut bahwa hal ini didasari oleh cepatnya pembuatan vaksin yang dianggap sebagian pihak sebagai langkah yang tidak hati-hati.
"Alasan utama yang diberikan untuk ketidakpastian vaksin adalah kekhawatiran atas efek samping dan kekhawatiran bahwa uji klinis telah dilakukan terlalu cepat," ucap lembaga itu.
Menurut Our World In Data, hingga saat ini sebanyak 16,2% masyarakat dunia telah menerima vaksin Covid-19. Secara detail, angka vaksinasi tertinggi diisi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara Eropa, yang telah menyuntikkan lebih dari 50% populasinya dengan vaksin.(RZ/WK)****
No comments:
Post a Comment