Jakarta.-------Pantau Data dan Informasi terbaru Covid-19 di Indonesia pada microsite Katadata ini.
Belum semua petani dan nelayan miskin terdampak pandemi virus corona mendapat bantuan sosial atau bansos dari pemerintah. Hal ini diketahui dari data Kementerian Sosial yang menyatakan 80% dari 3,8 juta petani dan nelayan miskin belum tercatat sebagai penerima bansos di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Menteri Sosial Juliari Batubara dalam konferensi pers di Jakarta kemarin (28/5) pun berjanji akan memverifikasi data tersebut. Ia pun mengungkap kemungkinan 3,8 juta petani dan nelayan miskin akan menjadi penerima bansos reguler berkelanjutan.

Langkah Juliar adalah respons dari perintah Presiden Joko Widodo alias Jokowi agar Kementerian Sosial segera memastikan 3,8 juta petani dan nelayan miskin menerima bansos selama pandemi covid-19. “Baik program keluarga harapan, bansos tunai, BLT desa, paket sembako, dan program gratis subsidi listrik,” kata dia saat membuka Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara, baru-baru ini.
Seluruh program yang disebutkan Jokowi adalah bagian dari jejaring pengaman sosial pemerintah selama covid-19. Pemerintah mengalokasikan Rp 110 triliun untuk program ini yang diambil dari stimulus pandemi corona sebesar Rp 405,1 triliun dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020.

Jokowi menyatakan juga menyiapkan bantuan lain bagi petani dan nelayan terdampak covid-19 berupa stimulus fiskal sebesar Rp 34 triliun. Bantuan ini ditujukan membantu pembayaran angsuran serta subsidi bunga kredit, khususnya bagi para petani dan nelayan yang memiliki tanggungan angsuran sejumlah program pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat, KUR, Mekaar, pembiayaan ultramikro (UMi), pegadaian, dan bantuan permodalan kementerian.
Stimulus tersebut juga digunakan untuk membantu modal kerja berupa pembiayaan produksi petani dan nelayan. Selain itu, bantuan non-fiskal yang disiapkan adalah mengupayakan kelancaran rantai pasok bibit, pupuk, dan alat produksi agar produktivitas petani dan nelayan meningkat.

Selama masa pandemi Indonesia memang sedang terancam kelangkaan pangan. Pada 28 April, Jokowi sempat mengingatkan defisit beras di 7 provinsi, jagung di 11 provinsi, cabai besar di 23 provinsi, dan cabai rawit di 19 provinsi. Stok bawang merah dan telur juga diperkirakan defisit di 22 provinsi. Sementara gula pasir diperkirakan defisit di 30 provinsi dan bawang putih di 31 provinsi. Maka, dibutuhkan peningkatan produktivitas petani untuk menutup defisit tersebut.
Pada 2019, indeks ketahanan pangan Indonesia masih nomor 5 di ASEAN. Di bawah Singapura di peringkat pertama, Malaysia di peringkat kedua, Thailand di peringkat ketiga, dan Vietnam di peringkat keempat. Data selengkapnya bisa disimak dalam Databoks di bawah ini:
Pada 5 Mei lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga merencanakan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) bagi 2,7 juta petani yang dianggap terdampak covid-19. Mereka terdiri dari petani serabutan, buruh tani, dan petani penggarap.
Para petani tersebut akan mendapatkan BLT senilai Rp 600.000 per orang setiap bulan. Bantuan akan diberikan selama tiga bulan. Rinciannya, Rp 300.000 diberikan dalam bentuk tunai dan sisanya berbentuk bibit, pupuk, dan sarana produksi lainnya.
Bantuan ini akan disalurkan melalui kostra tani di tingkat kecamatan tanpa melalui pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten dan kota. ( RZ/WK )****
No comments:
Post a Comment