Jakarta.-----Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau yang dulu dikenal sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebagian ada yang berangkat dengan bekerja dengan jalur unprosedural. Menanggapi hal ini, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani mengatakan jalur itu melibatkan kekuatan pemilik modal, perusahaan, dan oknum-oknum tertentu.
Menurut dia, bisnis kotor yang dilakukan ini memiliki keuntungan yang menggiurkan antara Rp 15 juta hingga Rp 20 juta. Benny menyesalkan bisnis kotor ini melibatkan banyak pihak sehingga seolah negara lumpuh dalam hal tersebut.
"Dan saya mulai nyatakan perang," ujarnya media briefing bersama sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional, baru-baru ini.
Permasalahan saat ini adalah negara dirugikan dengan pengiriman unprosedural. Akibatnya, data mereka tidak terdeteksi di sistem negara. Hal itu akan berdampak pada sulitnya radar perlindungan negara. Meski faktanya, saat mereka menemukan masalah, negara harus hadir memberikan pembelaan.
Benny bilang pandemi Covid-19 akan menjadi momentum termasuk kasus ABK di kapal ikan China yang mengemuka beberapa waktu lalu. BP2MI akan mendorong semua pihak dan stakeholder lakukan pembenahan tata kelola perekrutan, penempatan, dan tata kelola kerja di negara penempatan, serta tata kelola pengembalian ke tanah air.
"Terkait ABK ini adalah era untuk akhiri ego sektoral kementerian dan lembaga di era di mana merah putih harus lebih tinggi dari bendera kementerian dan lembaga," kata Benny.
Ia meminta hukuman yang diberikan bagi perusahaan yang mendukung praktik-praktik pemberangkatan PMI unprosedural. Salah satu sanksi bisa berupa publikasi sebagai sanksi sosial. Tujuannya masyarakat tahu rekam jejaknya yang buruk sehingga ke depan lebih berhati-hati tidak lagi tertipu ketika diajak untuk bekerja di perusahaan mereka. (RZ/WK)***
No comments:
Post a Comment