INDENPRES MEDIA ISTANA

Wednesday, 18 March 2020

Tes Virus Corona: Penting untuk Cegah Penyebaran tapi Sulit Didapat. Kok Bisa.


Jakarta.---------Warga mengantre untuk melakukan tes corona atau COVID-19 di Poli Khusus Corona Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini.

Banyak orang yang ingin melakukan tes virus corona Covid-19. Tapi tak sedikit yang ditolak oleh rumah sakit rujukan pemerintah.

Sebut saja namanya Taufan. Ia datang ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan pada pukul 11.00 WIB. Hingga tiga setengah jam menunggu, tak satupun dokter memeriksanya.

Taufan merupakan satu dari sejumlah jurnalis di Istana Kepresidenan dan sempat melakukan kontak dengan menteri yang positif Covid-19, Budi Karya Sumadi.

Pihak rumah sakit berdalih belum menyiapkan fasilitas karena jumlah wartawan yang datang lebih 30 orang. “Akhirnya saya cuma mengisi data saja,” kata Taufan.

Keadaan sedikit lebih baik di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Para jurnalis yang sempat kontak dengan Budi Karya dapat memeriksakan diri dengan baik.

Namun, pemeriksaannya tergantung kondisi pasien. Yang tidak memiliki gejala, meski sempat kontak dekat dengan yang positif dapat pulang dengan status orang dalam pemantauan atau ODP.

Sementara, bagi mereka yang memiliki gejala dan sempat berdekatan dengan orang positif Covid-19, harus melakukan tes darah, rontgen, dan swab.

Tes swab sebenarnya yang paling menentukan seseorang positif corona atau tidak. Caranya, dengan mengambil sampel cairan di tenggorokan dan paru-paru. Sampel ini lalu diuji di laboratorium yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Pemerintah Indonesia menggunakan dua metode pemeriksaan dari sampel itu, yaitu polymerase chain reaction (PCR) dan genome sequencing (GS). Untuk metode yang pertama, hasilnya dapat selesai dalam waktu 24 jam. Sementara, GS butuh tiga hari baru selesai.

Sulitnya Tes Virus Corona di AS dan Inggris

Kesulitan mendapatkan tes virus corona juga terjadi di banyak negara. Misalnya di Amerika Serikat, melansir laporan The Guardian, seorang pria berusia 61 tahun asal Brooklyn, New York tidak bisa mendapatkan tes itu. Padahal, ia baru saja menyelesaikan perjalanan dinas dari Barcelona, Spanyol.

Beberapa hari setelah kepulangannya dari negara yang kasus positif Covid-19 cukup banyak di Eropa itu, ia merasakan gejala batuk kering dan demam tinggi. Sebagai penderita asma, ia segera ke rumah sakit. Namun, sampai di sana, dokter memberitahunya tidak memenuhi syarat untuk tes virus corona.

Ia akhirnya hanya diminta pulang ke rumah dan memakai masker. Tiga hari kemudian, batuknya bertambah parah. Pergilah ia ke dokter lagi. Hasil pemeriksaannya, ia tak masuk ke dalam kriteria yang ditetapkan CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) untuk tes Covid-19.

Lalu, dokter itu merujuknya untuk melakukan X-ray. Hasilnya, ia menderita pneumonia atau infeksi paru-paru. Pemeriksaan yang ketiga, barulah ia akhirnya bisa melakukan tes swab.

Tapi setelah kembali ke rumah dan menunggu 60 jam, hasilnya tidak pernah keluar. Setelah bertanya ke dokter, rumah sakit, dan hotline Covid-19, ternyata ia hanya akan diberi tahu hasil tesnya jika positif. Pada akhirnya, ia memilih mengisolasi diri selama 14 hari di rumahnya. ( RZ/ WK )**

No comments:

Post a Comment