Semarang. Jawa Tengah.------- - Misa mingguan dan harian di sejumlah Gereja Katolik di Kota Semarang diliburkan.
Satu di antaranya seperti di Gereja Paroki Santo Maria Theresia Bongsari, Semarang Barat, Semarang.
Pastor Gereja Paroki Santo Maria Theresia Bongsari, Romo Eduardus Didik Cahyono menuturkan, guna memutus rantai penularan virus corona, gerejanya juga untuk sementara waktu meliburkan ibadah misa harian, misa Sabtu, dan Minggu.
Romo Didik, panggilannya, mengaku, keputusan ini diambil dengan berat hati karena pihaknya ingin meminimalisasi risiko penularan virus corona di lingkungan gereja.

Dia berharap, tindakan ini tidak mengurangi tingkat keimanan umat Katolik, melainkan tetap teguh beribadah dan ingin mengupayakan kebaikan antarsesama umat.
"Dengan berat hati, pilihan untuk tidak merayakan misa harian, misa mingguan dan kegiatan lain-lain harus diambil seraya terus memohon rahmat kesembuhan dan kesehatan," ucap Romo Didik kepada Tribun Jateng, Sabtu (21/3/2020).
Selain itu, ujar Romo, ibadah sakramen tobat yang dilaksanakan di gerejanya juga kini diubah tata caranya.
Salah satunya, jemaat yang mengikuti ibadah sakramen tobat mulai Jumat, 20 Maret 2020, wajib memberi jarak dua meter saat duduk di kursi.
Romo Didik menyebut, pemberian jarak dua meter antar jemaat dilakukan murni untuk mengikuti aturan social distancing yang dibuat oleh pemerintah.
"Jarak antar jemaat saat ibadah pengakuan dosa ini harus dua meter.
Mereka harus duduk berjauhan. Ini juga untuk mengikuti arahan dari Bapak Uskup Agung Semarang, Monsinyur Robertus Rubiyatmoko yang mengimbau dilakukan sakramen tobat dengan memberikan absolusi umum," ungkapnya.
Menurut Romo, sakramen tobat merupakan salah satu ibadah yang digelar untuk menyambut datangnya Hari Raya Paskah bagi seluruh umat Nasrani.
Dia menjelaskan ibadah sakramen tobat dengan absolusi umum ini sama artinya dengan pengakuan dosa secara massal.
Selama virus corona merebak, diakui Romo, sakramen tobat massal dilakukan demi mengurangi interaksi sosial sehingga umat tidak berada dalam ruang pengakuan yang dimasuki secara bergantian.
Romo Didik juga bilang, pelaksanaan ibadahnya pun berubah ketimbang biasanya yang digelar secara privat.
"Gereja Bongsari menggelar sakramen tobat massal dengan satu syarat yakni para jemaat harus benar-benar menyesal atas dosa-dosanya. Jika ada dosa berat, dosa tersebut tetap diakukan pada sakramen tobat ketika keadaan sudah membaik," terangnya.
Sementara itu, Inawati (35), seorang jemaat di Gereja Paroki Bongsari, mengaku tetap merasakan layanan ibadah yang baik meski sakramen tobat digelar secara massal.
"Saya merasa lega karena pelayanan sakramen tobat dilakukan dengan cara yang kondusif dan masih bisa menyambut Paskah dengan layak," tuturnya tersenyum.( RZ/ WK )****
No comments:
Post a Comment