INDENPRES MEDIA ISTANA

Saturday 4 January 2014

ELPIJI 12 KG OPLOSAN MENGHANTUI

Energi adalah salah satu komponen penentu biaya hidup. Dengan kenaikan harga salah satu sumber energi, elpiji 12 Kg, biaya hidup penggunanya tentu meningkat. Kenaikan harga gas elpiji 12 Kg sangat nenbebani industri kecil dan menengah,khususnya industri makanan dan minuman kecil yang berproduksi di rumah-rumah. Mereka itu sangat bergantung pada gas elpiji 12 Kg. Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah memperkirakan, kenaikan harga elpiji dengan ukuran 12 Kg sebesar 68 persen membuat beban industry kecil menengah (IKM ) meningkat 5 sampai 10 perse. Disamping itu, disparitas harga yang tinggi juga diprediksi membuat aksi pengoplosan semakin marak. Pihaknya memperkirakan kenaikan harga elpiji menambah beban pengusaha 5 sampai 10 persen dari biaya produksi. Namun, pengaruh itu tidak sama terhadap setiap sektor usaha. Menurut Euis yang pasti, untuk industri besar, mereka tidak terpengaruh karena pakai gas lewat pipa,ini justru kenanya ke industry kecil menengah yang banyak pakai tabung. Dalam sehari, industri nakanan dan minuman skala kecil bisa mengonsumsi 3 sampai 4 tabung elpiji 12 Kg. Jika biasanya pengeluaran mereka hanya sekitar Rp 300 ribu per hari untuk membeli gas, kini dana yang harus dikeluarkan sekitar Rp 500 ribu. Ini berarti harus ada tambahan biaya untuk energi dan tentu mengurangi margin mereka. Euis, yang bisa dilakukan oleh industri hanyalah menyesuaikan volume barang yang dijual. Namun, hal itu sepertinya sulit dilakukan karena pada tahun 2013 lalu mereka sudah menaikkan harga jual minimal 5 persen saja. Kalau pindah ke tabung 3 Kg, rasanya tidak mungkin, Pergantiannya cukup ribet dan pastinya butuh banyak sekali. Meskipun mendatangkan beban biaya baru ke masyarakat, Menteri Perekonomian Hatta Rajasa yakin bahwa keputusan menaikkan harga elpiji 12 Kg tidak akan berpengaruh besar terhadap angka inflasi. Sebaliknya, inflasi 2014 diyakini ini bisa lebih rendah daripada tahun 2013. Menurut Hatta kenaikan elpiji itu memang corporate action karena pemerintah tidak punya kewenangan intervinsi, kecuali menyangkut subsidi elpiji 3 Kg, tentu pemerintah punya kewenangan bersama DPR- RI. Karena murni aksi korporasi, tidak diperlukan izin pemerintah untuk menaikan harga elpiji tersebut. Penetapan harga terbaru sudah melalui mekanisme dalam perusahaan dengan berbagai pertimbangan. Memang, lanjut Hatta, jika biaya di sektor energi meningkat, bisa terjadi kenaikan inflasi. Tetapi tidak akan signifikan. Terlebih, panen dunia pada tahun 2014 diprediksi mencukupi kebutuhan. Kecuali jika terjadi situasi abnormal dan iklim yang bisa memengaruhi produksi dan ketersediaan pangan dunia. Demikian juga pada tahun 2013, tidak mengimpor beras sama sekali. Di tahun 2014 ini jaga produksi dengan prioritaskan 10 juta ton,itu jadi program utama. Hasil RUPS Pertamina menetapkan kenaikan harga elpiji non subsidi berlaku mulai Janiari 2014 ini. Meski begitu, Hatta yakin bahwa kenaikan harga elpiji non subsidi tidak akan memicu kenaikan angka inflasi . Inflasi pada tahun 2014 relatif rendah. Pada bulan Desember 2013,inflasi sebesar 0,5 persen sehingga year on year itu sekitar 8.3 persen, jauh dibawah 9 persen angka inflasi prediksi semula. Sementara itu,Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Tulus Abadi menilai kenaikan harga elpiji kemasan 12 Kg akan mendorong konsumen bermigrasi ke elpiji subsidi 3 Kg sehingga berpontensi meningkatkan aksi pengoplosan secara illegal. Karena disparitas harga 12 Kg dengan 3 Kg sangat jauh sekali. Tulus Abadi meminta pihak Pertamina dan pemerintah mengantisipasi kebijakan tersebut dengan memperketat pengawasan harga elpiji kemasan 12 Kg. ( *** ).

No comments:

Post a Comment