Tanggal 31 Januari 2014, warga
dunia menyambut tahun baru Imlek. Penanggalan China yang ditetapkan pada 104
sebelum masehi ( SM), saat negeri ini diperintah Kaisar Wu pada dinasti Han.
Penetapan itu didasarkan pada hari kelahiran Confucius.
Jepang membuat kalender Kaisar (
Ko-Reki),berdasarkan naik tahtanya Kaisar JIMMU PADA 660 SM. Khalifah Umar bin
Khatab, menghitung kalender hijriyah berdasarkan hari hijrah Rasulullah
Muhammad dari Mekah ke Medinah
Penetapan penanggalan berdasarkan
peristiwa tertentu,juga dilakukan bangsa-bangsa lain. Negara-negara Eropa
Barat, misalnya menetapkan penanggalan Masehi berdasarkan hari kelahiran Isa
Almasih.
Dalam perjalanannya,entah siapa
yang memadai dan menyepakati secara global,masyarakat dunia cenderung
menggunakan penanggalan masehi.Meskipun, masing-masing tradisi penanggalan
masih tetap digunakan pemilik tradisi masing-masing bangsa, suku, ras dan agama.
Sayangnya, warga China yang ada
di Indonesia,pada kurun waktu 1968-1999, berdasarkan Instruksi Presiden
Soeharto Nomor 14 Tahun 1967, tidak diperkenankan menggunakan penanggalan Imlek
secara terbuka. Termasuk diantaranya dilarang merayakan tahun baru Imlek.
Di Indonesia, masih saja tradisi
penanggalan jawa diberlakukan masyarakat, meski secara nasional mengacu pada
kalender masehi.Demikian juga kalender hijriayah dan system penanggalan lain.
Warga China di Indonesiabaru
boleh merayakan Imlek dan menggunakannya sebagai penanggalan pada 2000, ketika
presiden Gus Dur Inpres No 14/1967 kemudian menindaklanjutinya dengan Keppres
19/2001. Dan pada tahun 2002, tahun baru Imlek resmi sebagai hari libur
nasional oleh Presiden Megawari Soekarnoputeri.
Persandingan budaya berbagai
etnis yang ada di Indonesia ini sendiri memperkaya tradisi bangsa dan
memperkuat ketahanan kebudayaan nasional. Sebab,kini tak lagi ada perlawanan
dalam diam terhadap kebudayaan Indonesia, karena seluruh tradisi dari beragam
ras dan sukuyang ada dinegeri ini, telah menjadi Indonesia bias mengenalkan dan
menyandingkan tradisinya dengan tradisi ras lain di negeri ini, untuk kemudian
tampil dalam bingkai besar budaya Indonesia.
Wayang kulit, wayang golek dan
Potehi pun akan mendapatkan barisan, manakala ada serbuan budaya lain ( Yang
bisa muncul dari sudut mana saja ) yang bukan Indonesia. Atau,bisa saja
kemudian wayang kulit,wayang golek dan potehi merangkul “ wayang lain yang
bukan Indonesia” untuk menjadi Indonesia dan kemudian bersama-sama masuk dalam barisan
Bhinika Tunggal Ika.
Semangat Bhinika Tunggal Ika
itulah yang harus selalu menjadi tuntunan manakala kita memastikan tahun baru
apa saja, termasuk saat mengawali Tahun Kuda Kayu ini. Karena hanya dengan cara
itulah,kita bisa hidup tenteram, damai dan sejahtera.
Wayang kulit dan wayang golek tak
perlu lagi merasa terancam punah karena tergerus Potehi. Sebab,ketiganya bisa
berkembang bersama-sama dalam bingkai Bhinika Tunggal Ika untuk menampilkan
wajah Indonesia. (***).