INDENPRES MEDIA ISTANA

Friday, 6 March 2020

Tak Cuma Sekali, Tapi Berkali-kali Jokowi Jengkel ke Menteri!.


Jakarta.--------Bukan hanya soal CAD, Jokowi pernah melampiaskan amarahnya saat membuka rapat terbatas dengan topik Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kantor Presiden, Jakarta, belum lama ini.

Jokowi tak mampu menutupi kekesalannya atas masalah sampah Indonesia yang belum maksimal ditangani. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai salah satu solusi juga belum ada tanda-tanda yang menggembirakan.

"Rapat terbatas mengenai sampah ini sudah kita lakukan seingat saya sudah 6 kali saya jadi wali kota. Saya ngomong apa adanya," kata Jokowi.

Jokowi mengaku heran, persoalan sampah sudah berkali-kali di bawa dalam agenda penting pemerintah daerah hingga ke tingkat pusat. Namun, hingga saat ini belum terselesaikan.

"Urusan sampah ini juga sudah ingin kita selesaikan, ingin kita kerjakan. Jadi gubernur juga sama. Tapi sampe sekarang, sampe hari ini saya belum mendengar ada progres yang sudah nyala," jelasnya.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi sampah, salah satunya adalah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Jokowi pun ingin mendengar langsung inti masalahnya.

"Oleh sebab itu kita langsung saja menuju ke masalah saja. Jadi masalahnya apa? Ada yang menyampaikan PLN nya Pak yang lamban. PLN ada? Tinggal nanti langsung saya perintah," jelasnya.

Jokowi memang telah menginstruksikan kepada 12 kepala daerah untuk mengelola sampah tak terurai menjadi energi listrik dengan membangun PLTSa sebagai bagian dari upaya mengurangi volume sampah.

Amanat bagi puluhan kepala daerah itu telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 35/2018 mengenai Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Namun, masalah perbedaan persepsi antara PLN dan sejumlah daerah mengenai tipping fee membuat implementasi payung hukum tersebut tak berjalan optimal. Hingga saat ini, baru ada 4 daerah yang sudah membangun PLTSa.

Sementara sisanya, mengaku khawatir pembangunan PLTSa bisa berbuntut ke ranah hukum. Menko Luhut pun mengaku geram dengan sikap PLN yang dianggap tak patuh pada payung hukum yang berlaku.

"[PLN] berbelit-belit. Banyak yang sudah siap. Tapi semua banyak berhentinya. Takut ini, takut itu, segala macam. Tadi sudah dibilang presiden, tidak ada takut. Kita ini bikin kebersihan," jelas Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

Hal ini diamini oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Menurutnya, penghitungan yang dilakukan PLN terkait dengan tipping fee memang berbeda dengan amanat yang sudah ditetapkan dalam perpres 35/2018.

"Presiden menegaskan karena Perpres sudah ada, hitungan sudah ada, sekian per kwh. Maka itu yang dijadikan acuan. Diminta kepada PLN perhitungan bukan berdasarkan keuntungan tetapi dalam rangka pembersihan sampah," kata Pramono.

"Persoalan yang ada klasik yaitu soal tiping fee. Tiap daerah berbeda. Jawa Timur cukup murah hanya 150 padahal sudah diatur dalam perpres maksimal 500, sehingga sudah ada payung hukumnya," jelasnya.

Senada dengan Pramono, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak pun menyebut bahwa salah satu kendala utama yang dihadapi dalam membangun PLTSa memang memang karena penghitungan tipping fee.

"Tentunya ada biaya lain juga yang harus dikeluarkan untuk mengelola sampah, bukan hanya 100% hasilnya diperoleh dari jual listrik. Itu yang disebut dengan tiping fee," ungkap Emil.(RZ/WK)*****

No comments:

Post a Comment