Saturday, 14 March 2020
Asing Kabur dari RI, Rupiah "Lirik" Rp 15.000/US$. Ada Apa Ya ?
Jakarta.------- - Nilai tukar rupiah melemah tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini, bahkan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia.
Dalam 5 hari perdagangan, rupiah hanya menguat 1 kali, dan melemah tajam pada perdagangan pada hari Jumat ( 14/3/2020 ). Mata Uang Garuda sempat terdepresiasi hingga 2,34% ke Rp 14.835/US$, level tersebut merupakan yang terlemah sejak 13 November 2018. Pelemahan rupiah berhasil terpangkas menjadi 1,59% dan mengakhiri perdagangan hari Jumat ( 14/3/2020 ) di level Rp 14.740/US$.
Sepanjang pekan ini, rupiah membukukan pelemahan 3,66%, dan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Pelemahan tersebut cukup jauh dibandingkan posisi runner up terburuk, yen Jepang, yang melemah 2,48%.
Sementara rupee India menjadi mata uang terbaik dengan penguatan 0,22%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia sepanjang pekan ini.
Memburuknya sentimen pelaku pasar akibat pandemic virus corona atau COVID-19 memicu aksi jual di pasar keuangan dalam negeri, juga pasar keuangan global.
Berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE, hingga saat ini lebih dari dari 100 negara telath terpapar COVID-19, dengan lebih dari 145.000 terjangkit dan korban meninggal sebanyak 5.411 orang.
Di Indonesia sendiri terjadi peningkatan jumlah kasus yang cukup signifikan. Hingga Jumat kemarin, pemerintah menyatakan ada tambahan 35 pasien lagi dinyatakan positif corona atau Covid-19. Sehingga total pasien positif corona mencapai 69 orang di Indonesia. Dari total tersebut, 4 orang meninggal dunia, dan 3 orang dinyatakan sembuh.
Aksi jual yang terjadi di dalam negeri membuat arus modal keluar dari RI, dampaknya rupiah terus tertekan. Berdasarkan data dari RTI sepanjang pekan ini investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 2,1 triliun di pasar reguler Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selain dari pasar saham, aksi jual juga terjadi di pasar obligasi Indonesia. Yield obligasi tenor 10 tahun di pekan ini naik 64,2 basis poin (bps) menjadi 7,296%. Yield tersebut menjadi yang tertinggi sejak 19 Desember 2019.
Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun. Saat harga sedang turun, itu artinya sedang terjadi aksi jual di pasar obligasi.
Sebelumnya pada hari Rabu (11/3/2020) lalu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, dampak dari virus corona juga terlihat nyata ke pasar keuangan Indonesia. Hal ini terlihat dari dana asing keluar (outflow) yang semakin bertambah.
Perry menjelaskan, secara year-to-date hingga 10 Maret 2020 telah terjadi capital outflow hingga Rp 40,16 triliun. Dana keluar ini berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp31,76 triliun dan dana keluar dari pasar saham Rp 4,87 triliun.
Akibat besarnya outflow tersebut, tekanan kepada rupiah tidak terelakkan. Bahkan Jumat kemarin kurs di Non-Deliverable Market (NDF), rupiah sempat berada di atas Rp 15.000/US$ mulai dari tenor 1 pekan hingga 1 tahun, dan dihargai lebih dari Rp 16.000/US$ di tenor 2 tahun. (RZ/ WK )****
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment