INDENPRES MEDIA ISTANA

Thursday, 5 March 2020

Achmad Yurianto, Dokter Militer yang Jadi Jubir Penanganan Corona.


Jakarta.---------Pemerintah menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, sebagai juru bicara penanganan virus corona (Covid-19), baru-baru ini.

Pemerintah menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, sebagai juru bicara penanganan virus corona (Covid-19). Penunjukan itu dilakukan setelah sehari sebelumnya Presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua warga negara Indonesia (WNI) yang positif terinfeksi virus corona.

"Seandainya ada pertanyaan silakan ke beliau," kata Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, di Istana Kepresidenan,  di Jakarta, baru -baru ini. Penunjukan juru bicara khusus ini dilakukan agar informasi yang diberikan kepada masyarakat tidak simpang-siur.

Achmad Yurianto lahir di Malang, 11 Maret 1962. Ia adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Yurianto memulai kariernya sebagai dokter militer tepatnya sebagai Perwira Utama Kesehatan Daerah Militer V Brawijaya pada 1987. Empat tahun kemudian, ia ditugaskan menjadi Perwira Utama Kesehatan Daerah Militer IX Udayana Bali. Seperti dilansir Suara.com, ia pernah menjalani misi sebagai dokter Batalyon Infanteri 745/Sampada Yudha Bakti yang ditugaskan di Dili, Timor Timur pada 1991.

Pada 2006, Yurianto diangkat menjadi Wakil Kepala Rumah Sakit Tingkat II Dustira Bandung, Jawa Barat. Dua tahun kemudian, ia menjadi Wakil Kepala Kesehatan Daerah Militer IV Diponegoro Semarang. Pada 2009, ia menjadi Kepala Kesehatan Daerah Militer XI Pattimura Ambon, Maluku. Dua tahun kemudian ia dipromosikan menjadi Kepala Dinas Dukungan Kesehatan Operasi Pusat Kesehatan TNI.

Karier Yurianto di Kementerian Kesehatan dimulai pada 2015. Ia diminta oleh Menkes Nila Moeloek untuk menempati posisi Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes. Ia beberapa kali turun langsung ketika terjadi bencana alam, antara lain gempa bumi di Lombok pada Juli 2018, gempa bumi dan tsunami di Palu pada September 2018, serta tsunami Selat Sunda pada Desember 2018.

Sejak pertengahan 2019, Yurianto dipercaya menjadi Sekretaris Ditjen P2P Kementerian Kesehatan. Ia juga mengkoordinasikan proses observasi kesehatan para WNI yang dijemput dari beberapa negara yang mengalami wabah virus corona, antara lain Tiongkok dan Jepang.

Yurianto mengungkapkan, penanganan virus corona tidak mudah karena saat ini terjadi perubahan perjalanan virus yang membuat penyebarannya lebih cepat meski pemeriksaan di banyak negara diperketat. Masa inkubasi virus corona pun berubah, tidak lagi 14 hari.

"Dalam suatu kasus seorang suspect corona diperbolehkan pulang setelah observasi 14 hari dan mendapatkan hasil tes negatif Covid-19. Pada hari ke-20, dia diuji lagi dan positif penyakit yang disebabkan Covid-19," ujarnya.

Selain itu, banyak kasus infeksi Covid-19 yang tidak terdeteksi karena minimnya gejala yang ditunjukkan penderita. "Mungkin tidak panas tinggi, minum obat turun panasnya. Pasti pintu negara manapun akan lolos," katanya. Minimnya gejala tersebut diduga menjadi alasan mengapa warga negara Jepang yang menjadi sumber infeksi dua pasien positif Covid-19 di Jakarta bisa masuk ke Indonesia.

Kemenkes telah memeriksa 446 spesimen terkait virus corona Covid-19. Dari spesimen tersebut, dua di antaranya positif dan telah diumumkan oleh pemerintah. Sepuluh spesimen lainnya masih didalami untuk memastikan hasilnya positif atau negatif Covid-19.(RZ/WK)******

No comments:

Post a Comment