INDENPRES MEDIA ISTANA

Sunday, 19 September 2021

GCA Bisa Selamatkan Ekonomi & Keuangan Negara.

INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA----------


Beberapa waktu belakangan ini, ada hal yang menarik dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke beberapa daerah. Satu hal serius yang dibicarakan dengan Pemerintah Daerah adalah tentang penggunaan dana APBD yang masih mengendap di beberapa bank tertentu.

“Presiden mungkin berpendapat apabila dana APBD tersebut diendapkan, maka geliat pertumbuhan ekonomi dan keuangan di daerah tidak akan berlangsung secara baik. Di sisi lain, salah satu kinerja DPR RI yang antara lain sedang membahas RUU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dihadapkan pada tuntutan beberapa daerah Indonesia Bagian Timur,” ungkap Juru Bicara Collateral House Amir Hamzah, kepada RIC, Minggu (19/9/2021).

Provinsi Maluku, Maluku Utara, NTB dan NTT, Amir melanjutkan, selama ini merasa diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah Pusat. Kecemburuan dan rasa ketidakadilan itu muncul karena selama ini pemberian Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana bagi hasil hanya didasarkan pada luas daratan dan sama sekali tidak pernah memperhitungkan luas lautannya. Padahal luas lautan Maluku saja ada 92,7% sementara luas daratannya hanya 7,3%.

“Rasa ketidakadilan yang dimunculkan provinsi – provinsi tersebut bila tidak direspons oleh pemerintah maka bibit – bibit disintegrasi bangsa akan terus menggejela. Apalagi seperti diketahui hasil pengolahan sumber daya laut di Maluku dan Maluku Utara selama ini justru telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pembentukan APBN,” ujar Amir.

Sebagai contoh, kata Amir, dari hasil pengolahan ikan saja Maluku bisa menyumbang Rp50 Trilyun setiap tahun pada APBN padahal APBD-nya kurang dari Rp4 Trilyun. Sehingga pertanyaan besarnya adalah, apakah melalui pembentukan APBN 2022 Presiden Jokowi sudah bisa menunjukkan keadilannya terhadap provinsi – provinsi tersebut?

Masih menurut Amir, namun harus pula diketahui apabila keadilan tersebut belum bisa diwujudkan melalui APBN 2022 maka Presiden Jokowi harus mencari sumber keuangan/pendapatan baru untuk menunjukkan keadilannya kepada masyarakat di provinsi kepulauan di wilayah Indonesia Timur itu.

Bank Dunia Sasar Indonesia

Sementara itu, dibarengi oleh pengumuman Bank Dunia, untuk sementara menghentikan laporan karena adanya dugaan penyimpangan tentang Ease of Doing Bussines (EODB). Pengumuman Bank Dunia ini ada indikasi juga menyasar Indonesia berkaitan dengan terbukannya Panama Paper yang didalamnya terdapat nama – nama pengusaha dan pejabat tertentu yang diindikasikan punya kedekatan dengan rejim Presiden Jokowi.

Dalam pada itu, Amir melanjutkan, di dalam negeri makin marak dua informasi yang saling berkelindan. Pertama, akan adanya kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) dalam menetapkan jenis baru Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kedua, makin ramai pula informasi pada akhir Oktober nanti pemerintah akan mengalami kesulitan dalam membayar gaji pegawai, TNI/ Polri dan pejabat di lembaga tinggi negara.

“Terhadap kondisi – kondisi yang dikemukakan di atas, diharapkan Presiden Jokowi harus berani mencari sumber – sumber keuangan baru untuk menyelamatkan ekonomi dan keuangan dari keterpurukan. Itulah maka keputusan Presiden untuk memanfaatkan dana Global Collateral Account (GCA) merupakan solusi tepat dan terpuji. Setidak – tidaknya Presiden Jokowi menunjukan kearifannya untuk memberikan kesempatan pada keempat provinsi di Indonesia Timur ini melalui bank daerahnya untuk secara langsung memanfaatkan dana GCA. Apabila tidak disiasati secara baik, maka kerapuhan ketahanan nasional akan menjadi sebuah indikator kuat bagi terjadinya disintegrasi bangsa karena sudah semakin banyak kelompok masyarakat yang merasa diperlakukan secara tidak adil oleh rejim yang berkuasa,” pungkas Amir.(RZ/WK)***

No comments:

Post a Comment