INDENPRES MEDIA ISTANA

Thursday, 4 March 2021

Ramalan Megawati: Indonesia Terancam Kelaparan.

INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA------Presiden (waktu itu) Megawati Soekanoputri menyampaikan ramalannya itu dalam pidatonya ketika membuka rapat teknis sensus pertanian di Istana Negara, Jakarta.

Megawati saat itu merisaukan keputusan pemerintah daerah yang melakukan konversi lahan pertanian untuk kepentingan lain di luar pertanian.

“Bisakah dibayangkan 50 atau 100 tahun lagi terjadi kelaparan di Indonesia akibat perbuatan kita sendiri,” kata Megawati 18 tahun lalu.

Karawang-Bekasi diobrak-abrik

“Padahal, pada masa penjajahan, Belanda samasekali tidak berani mengutak-atik daerah Karawang-Bekasi yang menjadi gudang beras Jawa Barat. Kita sendiri malah yang mengobrak-abrik daerah itu,” demikian lanjut Megawati ketika memegang jabatan presiden tahun 2003.

Ucapan Megawati itu muncul di benak saya, beberapa saat usai perbincangan saya dengan Wakil Presiden 2004-2009 dan 20014-20019, Jusuf Kalla, di kediamannya di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis, 18 Frebuari 2021. Menurut JK, selain perlu tetap mewaspadai masalah covid 19, kita juga perlu mengantisipasi masalah beras.

JK saat itu bicara soal banjir di berbagai wilayah sawah di pantai utara Jawa yang dikaitkan soal gagal panen, gagal tanam dan puso. Masalah beras ini bisa muncul (bila tidak diantisipasi) pada April dan Mei 2021 ini.

JK juga mengingatkan, saat ini tidak begitu mudah untuk impor beras dari negara-negara pengekspor beras ke Indonesia seperti Thailand dan Vietnam.

Selama menjabat Wakil Presiden (1999-2001) dan Presiden (2001-2004), Megawati beberapa kali bicara tentang kerisauannya tentang pertanian (beras, padi dan sawah), air (mata air) dan data sensus pertanian (termasuk soal desa, dusun atau kampung).

Kerisauan Megawati ini muncul lagi dalam pidatonya sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan awal Januari 2021 ini di hari ulang tahun partai yang dipimpinnya sejak tahun 1997 itu.

Dalam sidang kabinet di Gedung Sekretariat Negara, kompleks istana kepresidenan Jakarta, Senin, 12 Agustus 2002, Megawati bersuara lebih keras lagi. Ia minta konversi lahan pertanian dihentikan, khususnya di di Jawa. Ketika itu Megawati melihat lahan pertanian banyak beralih fungsi untuk industri dan perumahan.

Mega ingin konversi lahan pertanian dihentikan demi untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Ia waktu itu melihat, produksi pangan dalam negeri menurun terus sebagai akibat areal lahan pertanian semakin menyempit, terutama areal lahan tanaman pangan. Mega menegaskan agar ketahanan pangan menjadi prioritas utama.

Ketika itu keprihatinan Mega terkait dengan impor pangan Indonesia yang membumbung tinggi, sejak menjelang lengsernya rezim Soeharto. Impor beras 1998, mencapai 5, 7 juta ton per tahun dan 1999 sedikit menurun yakni 4,1 juta ton per tahun.

Tahun 2000 dan 2001 memang menurun, yakni 1,5 juta ton per tahun dan 1,4 juta ton per tahun. Tapi rupanya Mega belum puas dengan penurunan impor beras itu.

Dilihat di tahun 2002, impor beras terburuk dalam sejarah Indonesia ada di tahun 1998 dan 1999. Saat itu Bulog melakukan impor beras membabi buta. Ini menunjukkan gejala Indonesia sudah bukan menjadi lumbung padi/beras di Asia.

Beras barang ajaib

Dalam sejarah politik dan ekonomi, beras, padi dan sawah merupakan hal yang ajaib dan menyejarah. Beras menjadi barang yang ikut menentukan kenaikan dan jatuhnya kekuasaan. Itu kata-kata para pengamat politik dan ekonomi Barat tentang Asia Tenggara, terutama Indonesia. ( RZ/WK )***

No comments:

Post a Comment