INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA----Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan PT Freeport Indonesia dan perusahaan asal China, Tsingshan Group, akan melakukan penandatanganan perjanjian untuk pembangunan smelter tembaga baru di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara pada pekan depan, 31 Maret 2021.
Luhut menyebut, ini akan menjadi suatu proses peningkatan nilai tambah buat Indonesia.
"Mudah-mudahan tanggal minggu depan kita akan tanda tangan pembangunan smelter di Weda Bay antara Freeport dengan Tsingshan," tuturnya, baru-baru ini.
Luhut menyebut, kerja sama ini tidak hanya berhenti pada pembangunan smelter, namun juga mendorong lagi pada produk turunannya. Menurutnya, pembangunan smelter ini juga untuk mendukung produksi baterai lithium untuk kendaraan listrik.
"China yang mau, dan dia nurut sama kita, sehingga kalau ini terjadi, sebagai bagian dari proses lithium battery yang akan kita rencanakan terjadi di tahun 2023," jelasnya.
Secara rinci, berdasarkan data yang dipaparkan Luhut, penandatanganan perjanjian kerja sama dijadwalkan akan dilakukan pada 31 Maret 2021. Lalu, pada 1 April 2021 Freeport dan pemerintah Indonesia akan menyepakati revisi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) mengenai ekspor konsentrat dan persyaratan pembangunan smelter.
Sebelum perjanjian kerja sama dilakukan, PTFI, MIND ID, dan pemerintah Indonesia akan mencapai kesepakatan dengan Tsingshan terkait usulan diskon 5% untuk konsentrat tembaga. Selain itu, Tsingshan dan PTFI juga akan menyepakati aspek komersial dari kontrak pasokan konsentrat seperti utang emas, penalti impurity, biaya pengiriman, dan lainnya.
Smelter baru bersama Tsingshan ini disebutkan akan mengolah sekitar 2,4 juta ton konsentrat tembaga menjadi sekitar 600 ribu ton katoda tembaga.
Sebelumnya, Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan sebagian besar investasinya akan ditanggung oleh Tsingshan. Freeport hanya butuh investasi sebesar 7,5% dari total proyek.
"Selama ini Freeport bilang tidak profitable (menguntungkan), capex (belanja modal) mahal dan lainnya. Tsingshan punya teknologi, tekan angka capex dan berikan pendanaan capex yang maksimal. Freeport hanya perlu pendanaan sekitar 7,5% dari total proyek," ungkapnya.
Seto menyebut penawaran dari Tsingshan ini jauh lebih menarik jika dibandingkan dengan proyek smelter yang kini tengah digarap Freeport di kawasan industri terintegrasi JIIPE, Gresik, Jawa Timur yang pendanaanya 100% dari Freeport.
Smelter tembaga baru yang nantinya bisa dibangun bersama Tsingshan ini bernilai US$ 2,5 miliar dengan kapasitas pengolahan 2,4 juta ton konsentrat tembaga (input). Dari perkiraan nilai proyek tersebut, sebesar 92,5% akan dibiayai Tsingshan dan 7,5% dari PT Freeport Indonesia.
"Angkanya kira-kira US$ 2,5 miliar, 92,5% dari Tsingshan. Mereka bangun hilirisasi tembaga, tidak berhenti di copper cathode," jelasnya. ( RZ/WK )****
No comments:
Post a Comment