INDENPERS MEDIA ISTANA-------------Dalam penyusunan rancangan undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, Sri Mulyani memaparkan berbagai risiko yang harus dihadapi. Dari persoalan covid-19 hingga taper tantrum.
"Jadi nggak bicara hari ini, tapi apa yang mungkin terjadi 2022 seiring tren yang terus kita pelajari," ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (2/6/2021).
Sri Mulyani menyampaikan, risiko pertama adalah beberapa negara yang melakukan pengetatan restriksi karena adanya gelombang baru covid dan munculnya varian baru. Kedua adalah epincentrum pandemi terus bergeser sementara akses dan kecepatan vaksinasi masih belum merata.
"Jadi proteksionisme meningkat," tegas Sri Mulyani. Indonesia saja baru mampu melakukan vaksinasi 300 ribu per hari, masih jauh dari target 1 juta per hari.
Risiko ketiga adalah pemulihan ekonomi yang tidak merata. Ekonomi global memang disebutkan pulih, namun ada negara yang masih resesi hingga kuartal I-2021. Salah satunya adalah Indonesia.
Risiko keempat adalah perkembangan ekonomi di Amerika Serikat (AS). Sri Mulyani menyebutkan inflasi negeri paman SAM tersebut terus menguat, bahkan mencapai 4,2% pada April 2021.
"Inflasi di AS yang sudah tembus di atas 4% akan jadi penentu stance monetary policy tahun ini dan tahun depan," paparnya.
Bila bank sentral AS The Fed menaikkan suku bunga acuan tahun depan, maka dikhawatirkan bencana taper tantrum seperti yang terjadi pada 2013 silam kembali terulang. Pasar keuangan Indonesia terombang-ambing, salah satunya pelemahan nilai tukar rupiah sangat dalam terhadap dolar AS.
Solusi dari risiko tersebut hanya Indonesia harus memastikan ekonomi segera pulih dan memperkuat reformasi.(RZ/WK)***
No comments:
Post a Comment