INDENPRES MEDIA ISTANA

Wednesday 25 September 2019

Relawan Kesulitan Padamkan Kebakaran di Merbabu.


Semarang. Jawa Tengah. - Belakangan ini bencana kekeringan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda Jawa Tengah.
Terutama kebakaran di lereng Gunung Slamet, Merapi dan Merbabu. Belum lagi erupsi freatik G Merapi sejak Maret 2018 hingga sekarang, dan peningkatan aktivitas G Slamet. Hal ini mengharuskan BPBD makin kerja keras.
Ditambah lagi kekeringan yang berdampak pada kurangnya pasokan air bersih di sejumlah pedesaan.
Berikut ini petikan wawancara eksklusif wartawan Tribun Jateng Mamdukh Adi Priyanto dengan Kepala BPBD Jateng Sudaryanto.

Apa fokus pekerjaan BPBD saat ini?
Musim kemarau ini, bencana jadi dua, yakni kekurangan air bersih dan kebakaran. Soal kekeringan, 90 persen wilayah Jateng tidak ada hujan sejak 100 hari terakhir atau 3 bulanan. Kering semua. Sedangkan karhutla di Merbabu dan Slamet. Kami fokus ke dua bencana itu, kebakaran dan kekeringan.
Bisa ceritakan lokasi, luasan serta kerugian karhutla?
Kebakaran di Merbabu dimulai dari Desa Wonolilo Kabupaten Magelang. Kemudian merembet ke arah timur ke Desa Nagrong, Gladaksari, Boyolali. Di titik ini, api yang membakar 436 hektare hutan dan lahan sempat padam pada pekan lalu.
Namun, setelah itu, muncul lagi titik api dan membakar seluas 100 hektare lahan tambahan.
Di wilayah Boyolali, ada 2-3 kilometer instalasi air di atas tanah (tidak dipendam) rusak. Tapi akan diganti kerugiannya pakai dana APBD Boyolali. Di Klaten tepatnya di Balerante juga terjadi karhutla meski tidak luas dan sudah bisa dipadamkan.
Di lereng G Slamet, karhutla di Kaliwadas, Kecamatan Sirampog, Brebes sekitar 11 hektare, lalu merembet ke wilayah Banyumas dan Kabupaten Tegal. Total kebakaran di Slamet mencapai 50 hektare, ditambah wilayah Banyumas 70 hektare.
Bagaimana prioritas penanganan karhutla?
Teman-teman relawan dan dari TNI-Polri serta personel balai taman nasional sudah berupaya memadamkan api dengan peralatan seadanya di lapangan. Mereka juga membuat sekatan atau parit untuk melokalisir api agar tidak meluas. Mereka dikoordinasi. Penanganan di G Slamet dikomandoi Kapolres Tegal

Apa kendala relawan menanggani karhutla?
Di Merbabu, pemadaman sulit karena medan terjal dengan kemiringan 60 derajat dan angin kencang. Karena angin kuat, api bisa melompati sekat buatan dan terjadi titik api baru. Demikian juga di G Slamet, karhutla sudah dilokalisir tapi bisa merembet meluas karena angin kuat.
Kemudian, vegetasi di sana rata-rata tanaman karet yang mengandung terpentin dan memicu api menyala.
Ada sekitar 250 relawan di Tegal dan Brebes, serta 100 orang di Banyumas membantu pemadaman. Jumlah itu kurang lebih sama seperti di Merbabu.
Mereka dibagi shift karena tidak boleh kecapekan dan ada korban baru. Relawan akan turun pukul 17.00 WIB. Karena dilarang berada di lokasi saat malam hari, berbahaya dan bisa saja tersesat.
Kondisi relawan juga harus prima. Ransum dipastikan mencukupi. BPBD provinsi telah mengirimkan logistik berupa makanan, tenda, mi instan, kopi, dan sebagainya untuk kebutuhan relawan.
Dapur umum sudah dikerahkan, namun memang truk dapur umum sulit menuju lokasi karena medan jalan yang sulit dan sempit. Sehingga, pakainya dapur umum portable. Dan harus kerjasama dengan puskesmas terdekat.

Apakah efektif pakai sistem water bombing?
Daerah yang terdampak akan menetapkan status darurat bencana karhutla, terutama Boyolali. Status itu bisa saja diterapkan daerah lain yang terdampak. Status tanggap darurat menunjukkan bahwa pemda fokus menangani karhutla.
Nantinya, water bombing bisa dilakukan. Namun, kami masih mengkaji sumber air atau suplai air didapatkan dari mana. Karena ini berbarengan dengan musim kemarau sehingga harus dilihat debit airnya. Apakah dari Rawa Pening atau Waduk Cengklik, kami akan melihat debitnya. Memang mahal pakai water bombing, 1 jam terbangkan heli biayanya Rp 150 juta.*****

No comments:

Post a Comment