INDENPRES MEDIA ISTANA

Monday 30 September 2019

Puisi Kampanye Perubahan Iklim Anak Difabel Semarang ; Siapa Yang Mau Menolong Alam ini. Ada Apa Ya ?



Semarang. JawaTengah.--  Sejumlah anak-anak dan penyandang difabel Semarang memberikan perhatian pada perubahan iklim dan pemanasan global yang tengah terjadi.
Kampanye perubahan iklim pun dilakukan dengan berjalan dari depan Masjid Baiturrahman, mengitari Lapangan Pancasila Simpanglima, kemudian berakhir di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah Jalan Pahlawan Kota Semarang, belum lama ini.
Poster berisi tulisan pesan-pesan soal iklim pun dibentangkan. Tak ketinggalan poster, spanduk, kostum, serta atribut bertema kelestarian alam dan lingkungan.
Aksi ini mereka namai Karnaval #JedaUntukIklim Semarang.

Di depan Kantor Gubernur Jateng merka telah menyiapkan panggung aspirasi untuk anak- anak dan penyandang difabel.
Di situ mereka membacakan puisi dan surat terbuka untuk presiden, menyanyi, dan berdoa.

"Alam sekarang ini sudah krisis. Kalau bukan kita siapa lagi yang mau menolong alam ini?
Paling tidak anak cucu kita bisa menikmati alam yang lebih baik," tutur seorang difabel, Reza Kurniawan (20) membawakan beberapa bait puisi karangannya.
Reza merupakan penyandang cerebral palsy atau ketidakmampuan untuk menggerakan tubuh secara maksimal.

Hal ini terjadi disebabkan karena cedera otak atau masalah dengan perkembangan otak.
'Aku sedih kalau bumi makin panas. Es-es di kutub mencair.
Permukaan laut semakin tinggi.
Akhirnya Semarang tenggelam.
Lalu masa depanku bagaimana dong?' tulis Vimala Sakanirvana (13), seorang anak yang menulis surat terbuka untuk presiden.
Koordinator aksi, Ellen Nugroho, mengatakan aksi anak-anak ini tersinpirasi dari Greta Thunberg, seorang remaja aktivis lingkungan yang bersama ribuan murid sekolah lainnya berkampanye di depan gedung parlemen Swedia.
Mereka sengaja bolos sekolah untuk berkampanye secara global terhadap lambannya penanganan perubahan iklim.
"Kegelisahan mereka sama dengan kegelisahan yang dirasakan inisiator Global Climate Strike, pelajar Swedia bernama Greta Thunberg.
Greta mogok sekolah setiap hari Jumat karena berpikir, buat apa sekolah kalau tidak punya masa depan," kata Ellen.

Keberanian Greta itu, dikatakan sangat menginspirasi.
Anak muda, harus turun ke jalan menyuarakan aspirasi tentang perubahan iklim dan lingkungan, jangan cuma sibuk bermedia sosial.
Ellen menegaskan aksi ini meminta pemerintah untuk serius menurunkan gas emisi.
Perubahan iklim saat ini dinilai sudah sangat genting.
"Suhu bumi sudah naik 1,1 derajat celcius dari batas normal. Jangan sampai naik ke 1,5.
Pasti berdampak pada bencana yang berkelanjutan," ujarnya.
Jika sudah seperti itu, lanjutnya, siapa yang dirugikan?
Pihak yang paling terdampak dari kondisi itu yakni para penerus bangsa atau anak- anak.
Aksi jeda untuk iklim ini menggandeng lintas komunitas dan sekolah, misalnya siswa dari Karangturi, Semesta,**

No comments:

Post a Comment