INDENPRES MEDIA ISTANA

Friday, 12 February 2021

Tokoh Papua: Pak Presiden, Jangan Biarkan Rakyat Menangis .

INDENPERS MEDIA ISTANA,PAPUA------Dua bulan belakangan, ragam pengamat, praktisi, pakar, guru besar perguruan tinggi ternama di Negeri ini mengatakan begini; ada yang tak beres pada klaim kawasan dan lantaran itu, apa yang sudah dikuasai oleh masyarakat, musti dilepas tanpa syarat.

Salah satu alasan untuk itu adalah bahwa tutupan hutan Indonesia masih nomor dua di dunia setelah Brazil, luasnya masih mencapai 53 juta hektar.

Tapi dua poin penting itu rupanya masih belum bisa membikin para petani kelapa sawit tenang, terutama petani kelapa sawit yang kebunnya diklaim dalam kawasan hutan.

Sebab selama mengikuti proses penggodokan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Cipta Kerja, pasal-pasal yang didapati oleh petani justru pasal-pasal mematikan.

Misalnya begini; di UUCK dibilang bahwa lahan yang sudah diusahai oleh petani minimal 5 tahun, akan di-enclave, tapi di RPP syarat minimal itu malah membengkak menjadi 20 tahun.

Masih di RPP itu, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) disebut terbit bersamaan dengan petani menanam sawit. Sementara, aturan STDB itu baru ada sejak tahun 2008, sementara petani menanam sawit jauh sebelum itu.

Satu lagi, petani kelapa sawit disebut wajib tinggal di kebun, padahal saat ini pekebun kelapa sawit tidak hanya petani murni, tapi juga polisi, wartawan, pengacara, hingga militer.

Yang membikin celaka sebenarnya, bahwa 2,73 juta hektar kebun sawit petani yang diklaim dalam kawasan hutan itu, masih belum seberapa dibanding lebih dari 2000 desa yang juga di klaim dalam kawasan hutan.

Di Kalimantan Tengah (Kalteng) saja, tak kurang dari 700 desa masuk dalam klaim kawasan hutan, termasuk sejumlah kota kecil yang ada di sana.

"Otoritas kehutanan seenaknya menunjukkan warna dalam peta, sesuai kode kawasan hutannya. Jengkel saya menengok, seolah-olah peta yang mereka bikin itu 'Tuhan'," rutuk Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kalteng, JMT Pandiangan.

Ketua DPW Apkasindo Sumatera Utara (Sumut) Gus Dalhari Harahap juga ngedumel. "Di satu sisi, sawit petani diklaim dalam kawasan hutan, tapi di sisi lain 32 juta hektar tutupan hutan diberikan kepada korporasi dengan dalih izin. Ini keterlaluan," rutuk lelaki 50 tahun ini.

Akhmad Indradi, lelaki 43 tahun ini pemerintah koreksi diri dengan kenyataan yang ada. Kalau pemerintah pernah memikirkan ruang jelajah rakyat, sedari awal pasti sudah disiapkan, bukan malah menyiapkan lahan untuk korporasi dan binatang.

"Masa lebih berharga binatang dari rakyat, pakai istilah dilindungi pula. Saya hanya meminta supaya semua hak rakyat dibebaskan dari klaim kawasan hutan, itu hutang pemerintah yang harus dibayar. Beruntung pemerintah tidak dituntut oleh rakyat atas pengabaian ruang jelajah rakyat itu," kata Ketua DPD Apkasindo Kabupaten Penajam Kalimantan Timur (Kaltim) ini.

Di sisi lain, Sekretaris DPW Apkasindo Papua Barat, Dorteus Paiki, meminta Presiden Jokowi untuk berani menyelesaikan sengkarut lintas rezim presiden.( RZ.WK)***

No comments:

Post a Comment