INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA---------Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan telah mengirim surat untuk meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menggabungkan dan membentuk kementerian baru di tubuh kabinet.
Kendati demikian, sampai saat ini belum jelas apa maksud dan tujuan Jokowi menggabungkan dan membentuk kementerian baru tersebut.
Nomenklatur yang dimaksud adalah penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi serta membentuk Kementerian Investasi.
DPR pun memberikan lampu hijau kepada pemerintah untuk mengubah dan menambah kementerian baru tersebut.
"Kami selaku pimpinan rapat akan menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah hasil keputusan rapat Bamus pengganti rapat konsultasi terhadap pertimbangan penggabungan dan pembentukan kementerian dapat disetujui?" kata Wakil Ketua DPR Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat sidang paripurna DPR pekan lalu.
Seluruh anggota yang hadir pun menjawab, "Setuju."
Jika menelisik ke belakang, tepatnya pada 2019, Jokowi sudah beberapa kali berniat untuk membuat sebuah nomenklatur yang fokus untuk meningkatkan arus investasi mengalir deras ke dalam negeri. Pembantu Presiden, bahkan sudah tahu akan hal ini.
Wacana pembentukan kementerian investasi berangkat dari keresahan kepala negara yang tak habis pikir nilai investasi di Indonesia tak kunjung mengalami peningkatan.
Indonesia, kata dia, dianggap tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam memperebutkan minat investor. Indonesia kalah dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, hingga Vietnam.
"Saya sudah sampaikan minggu lalu, dalam forum rapat kabinet, apakah perlu, saya bertanya, apakah perlu kalau situasinya seperti ini yang namanya menteri investasi dan menteri ekspor," kata Jokowi, 2019 silam.
"Kita kalah rebutan. Kalah merebut investasi, kalah merebut pasar. Saya rasa ini tanggung jawab kita semua," jelasnya.
Sementara penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berhembus karena, pemerintah dikabarkan tengah membentuk lembaga otonom yang terlepas dari Kemenristek yakni Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Seperti diketahui, pembentukan BRIN mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Gagasan pemisahan BRIN dari Kemenristek mencuat dalam rapat Komisi VII DPR bersama Kemenristek pada awal April 2021 lalu.
Tujuan pemisahannya, agar kelembagaan BRIN sejalan dengan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Di mana pada pasal 48 aturan itu menyebutkan, BRIN merupakan organisasi yang dibentuk presiden melalui perpres.
Kendati demikian, posisi BRIN tetap bersama Kemenristek atau menjadi institusi otonom menyebabkan BRIN belum bisa berjalan optimal, karena belum ada aturan atau payung hukum yang sah.
Awalnya regulasi BRIN diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019, namun regulasi itu hanya bertahan setahun dan sudah habis masa berlakunya pada 31 Maret 2020.
Presiden Jokowi kemudian menandatangani payung hukum BRIN sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019.( RZ/WK )****
No comments:
Post a Comment