INDENPERS MEDIA ISTANA, LAMPUNG-------- Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda Untuk Demokrasi (KAMPUD) kembali mendorong pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk menindaklanjuti laporan pengaduan terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam proses pengelolaan PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Lampung Timur (BUMD), yang berakibat pada potensi kerugian keuangan Negara dan atau berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lampung Timur melalui sektor investasi.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPW KAMPUD, Seno Aji melalui siaran pers resminya di Bandar Lampung baru- baru ini
Dia mengungkapkan bahwa, pihaknya kembali menyambangi kantor Kejati Lampung, kemudian kembali mendorong agar pihak Kejati segera menuntaskan laporan pengaduan yang pernah di layangkan DPW KAMPUD tersebut.
“Berikut kami uraikan hasil temuan tim investigasi dan advokasi kami yang telah kami laporkan pada pihak Kejati Lampung dan agar kiranya segera dituntaskan, diduga telah terjadi upaya KKN, dimana pihak Direksi dalam melaksanakan tugas tidak menerapkan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan Peraturan perundang-undangan dan etika berusaha (Good Corporate Governance/GCG).
Hal tersebut dapat ditinjau dari dasar hukum yang digunakan dalam tahun buku dan penggunaan laba 2017 pada Rapat umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas (PT) BPRS Lampung Timur yang dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2018, masih berpedoman kepada peraturan yang sudah dicabut dan atau tidak berlaku lagi yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 22 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan BPR milik Pemerintah, hal ini sesuai risalah berita acara hasil rapat tahun buku RUPS PT. BPRS” ungkap Seno Aji.
Masih kata dia, “sementara pedoman peraturan yang berlaku seharusnya menggunakan dan atau berdasarkan kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 94 Tahun 2017 tentang pengelolaan Bank Perkreditan Rakyat milik Pemerintah Daerah yang diundangkan sejak 2 Oktober 2017, dalam BAB XV ketentuan penutup, Pasal 92 menyebutkan : Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan BPR, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 93 menyebutkan : Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan”, jelasnya.
“Diduga dengan tidak dilaksanakannya Permendagri Nomor 94 tahun 2017 maka hasil tahun buku dan penggunaan laba tahun 2017, 2018 dan 2019 pada Rapat umum pemegang saham (RUPS) PT. BPRS Lampung Timur berpotensi merugikan PAD Pemerintah Daerah Lampung Timur”, tambah Ketua DPW KAMPUD.
Selin itu, jelas dia, “diduga PT. BPRS Lampung Timur tidak melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan/CSR yang dihitung sebesar 3% dari laba setiap tahun buku dan hal ini jelas bertentangan dengan Permendagri Nomor 94 Tahun 2017. Pihak Direksi juga disinyalir telah mengurangi jasa produksi (pemberian penghasilan dan fasilitas berupa honorarium dan gaji pegawai) dari yang telah ditentukan pada awalnya sebesar 8% dan dana kesejahteraan 10% pada tahun 2020”, sambung dia.
Terakhir, “Komisaris utama PT. BPRS Lampung Timur diduga melanggar ketentuan dan peraturan per-uandang-undangan yang berlaku dengan posisi Komisaris Utama dan merangkap juga sebagai Kepala di salah satu Dinas di Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur”, demikian tandas Seno Aji.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris DPW KAMPUD, Agung menerangkan bahwa pihaknya juga telah mendapat surat jawaban dari pihak OJK, sebagai bahan asukan dan untuk ditindaklanjuti.
“Pihak OJK juga sudah mengirim jawabannya, terkait laporan pengaduan dugaan penyimpangan yang mengarah kepada KKN, di PT. BPRS Lampung Timur, saat ini kami meminta pihak Kejati Lampung untuk mempercepat pengusutan terkait hal ini”, tegas dia. ( RZ/WK )***
No comments:
Post a Comment