INDENPRES MEDIA ISTANA

Thursday, 7 January 2021

Sinyal Lockdown Jokowi & PSBB Jawa-Bali Saat Corona Tak Terkendali.


INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA-----Pandemi Corona Indonesia memasuki bulan ke-11 dan terus memburuk. Pada 6 Januari 2021, kasus baru bertambah 8.854, tertinggi sejak awal Maret tahun lalu. Ini adalah kali kelima Indonesia mencatatkan kasus harian di atas 8.000, empat terakhir terjadi dalam sepekan: 3, 30, 31 Desember, kemudian 1 dan 6 Januari.

Kecenderungan serupa terjadi di banyak negara lain dan memaksa mereka memberlakukan lockdown. Presiden Joko Widodo bahkan menyinggung itu di Istana Negara, baru-baru ini. Dia bilang negara-negara lain sudah lockdown nasional gara-gara kasus naik dan tak terkendali.

"Dua hari yang lalu, tiga hari yang lalu, Bangkok lockdown, Tokyo dinyatakan dalam keadaan darurat, London juga di-lockdown, kemudian juga di seluruh Inggris juga di-lockdown karena penyebaran COVID-19 yang sangat eksponensial," kata Jokowi.

Namun, bukan berarti Jokowi hendak mengikuti jejak negara-negara tersebut. 

Pada Maret lalu pemerintah membatasi dengan ketat aneka aktivitas. Namun setelahnya, pembatasan dilonggarkan. Baru beberapa hari lalu pemerintah menutup pintu bagi warga asing dari seluruh dunia pada 1-14 Januari 2021 untuk merespons penyebaran Corona jenis baru dari Inggris. 

Banyak pakar menganggap kebijakan ini telat.

Kemudian, kebijakan penanganan Corona terkini yang baru saja diumumkan kemarin adalah pengetatan aktivitas sosial selama dua pekan mulai 11-25 Januari 2021 di Pulau Jawa dan Bali.

“Seperti yang dilakukan di 39 negara yang telah melakukan vaksinasi, [kami memandang] perlu untuk melakukan pengendalian kasus COVID-19 melalui pembatasan berbagai aktivitas di masyarakat,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pandemi ini telah menguras waktu dan tenaga para tenaga kesehatan kita. Saya tahu mereka letih. 

Mari kita bantu, lindungi dan jaga mereka dengan mengurangi mobilitas dalam dua minggu ini, mulai tanggal 11 Januari.

Daerah yang dipilih oleh pusat sebagian besar tidak menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) meski kasus naik. Contohnya Gunung Kidul, Sleman dan Kulon Progo di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pusat ‘mengintervensi’ atau mengambil alih kewenangan daerah berdasar kriteria kenaikan kasus meninggal, kasus aktif, kasus sembuh, dan keterisian ruang isolasi dan ICU COVID-19.

Para ahli memprediksi tinggal tunggu waktu saja sampai rumah sakit benar-benar kolaps tak mampu lagi menangani pasien.

Beberapa bentuk pembatasan sebagai berikut: tempat kerja maksimal terisi 25 persen; tempat ibadah maksimal 50 persen; dan pusat perbelanjaan maksimal beroperasi pukul 7 malam.

Di sebagian daerah kebijakan seperti ini masih berlaku. Misalnya Jakarta lewat kebijakan PSBB transisi. 

Masalahnya memang kebijakan daerah penyangga, Bodetabek, tak selaras. Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria mengatakan selama peraturannya berbeda, maka pembatasan tak efektif. Sebagai contoh: warga DKI leluasa beraktivitas di Bodetabek lalu kembali lagi ke Jakarta. Menurutnya, Jabodetabek memang perlu selaras dalam hal kebijakan agar efektif.

Di Jakarta, pemakaman khusus COVID-19 mulai penuh.

Nakes Lelah

Dalam aturan terbaru, terdapat empat indikator suatu daerah diperketat aktivitasnya langsung oleh pusat, yaitu:

Tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau 3 persen;

Tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional 82 persen;

Tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional sekitar 14 persen. ( RZ/WK )***

No comments:

Post a Comment