INDENPRES MEDIA ISTANA

Saturday, 8 May 2021

Silaturahmi Fisik Dilarang, Tapi ke Tempat Wisata Boleh.

INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA--------Belakangan kritik mengemuka perihal langkah Pemerintah yang melarang mudik, namun membolehkan pembukaan tempat wisata. Kepolisian bakal mengawasi protokol kesehatan di tempat-tempat wisata.

Namun, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan tak semua tempat wisata boleh buka. Bagi yang berada di zona oranye dan merah, maka harus tutup.

"Apabila lokasi wisata berada di zona orange dan atau zona merah maka wajib ditutup," kata Sigit dalam telegram.

Secara resmi, Kepolisian mengeluarkan surat telegram bernomor STR/336/IV/PAM.3.2./2021 tanggal 30 April 2021. Dalam hal ini, Asops Kapolri Irjen Imam Sugianto menandatangani telegram itu atas nama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sigit menjelaskan, masyarakat tetap bisa berwisata di dalam kota masing-masing.

"Meskipun telah dikeluarkan kebijakan larangan mudik untuk memutus rantai penyebaran COVID-19, masyarakat dapat berwisata, namun hanya di objek wisata dalam kota saja, hal itu menjadi kontradiktif di mana tradisi/budaya dan animo masyarakat masih cukup tinggi untuk mengunjungi lokasi wisata sebagai sarana hiburan lebaran dan memungkinkan adanya kluster baru dalam penyebaran COVID-19," ujar Sigit.

Gubernur Ridwan Kamil pun angkat bicara mengenai kritik masyarakat tersebut. Menurutnya, aturan mengenai pembukaan tempat wisata di zona hijau bukan hanya dalam hal ekonomi, namun juga aturan ibadah. Selama dia zona merah artinya salat Idulfitri pun di rumah, pariwisata pun ditutup. Kalau dia zona oranye pariwisata ditutup, tapi salat Idulfitri masih boleh maksimal di masjid.

"Termasuk juga salat Idulfitri kalau zona merah itu dilaksanakan di rumah masing-masing, kalau di zona lainnya itu diselenggarakan di masjid maksimal kira-kira begitu. Saya kira harusnya sama juga Jawa Tengah, Jawa Timur karena itu arahan serempak dari kepolisian dan kesepakatan pusat. Jadi kami melaksanakan itu," kata Kang Emil, baru- baru ini.

Eks Wali Kota Bandung itu bilang kalau lebih mudah mengontrol ruang publik. Sebab, ada pengelola.

"Jadi kalau dia bandel, dia melanggar, tinggal ditutup, didenda, disanksi, sesuai urutan. Ada lisan, administrasi, dan juga nanti tuntutan," ujar Kang Emil.

Hal berbeda dengan mengontrol ruang privat yang dipicu oleh mudik.

"Ada jutaan ruang-ruang pribadi tiba-tiba diserbu orang-orang yang migran kan. Itu gimana kita mengontrol? Pemerintah pasti kan nggak mungkin. Masyarakat kan suka ngebanding-bandingin. Kenapa mudik dilarang, tapi pariwisata dibuka kan begitu. Kan gak semua pariwisata, pariwisata itu kan pilihan. Kalau mudik itu buat kultur kita kan kewajiban," kata Kang Emil.( RZ/WK)***

No comments:

Post a Comment