INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA,-------- Mahfud Md menilai tidak mudah bagi seorang Kapolri untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di internalnya termasuk kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Sebab menurut Mahfud, ada kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kekuatan dan menjadi penghambat.
"Kalau saya memahaminya karena di Polri itu memang ada pusat-pusat kekuatan. Jadi kenapa Kapolri itu tidak selalu mudah menyelesaikan masalah, karena dia sebenarnya meskipun secara formal dia menguasai, tapi di situ ada kelompok-kelompok yang bisa menghalangi, termasuk yang kasus (Ferdy Sambo) ini kan," kata Mahfud dalam podcast bersama Akbar Faizal yang disiarkan melalui YouTube, seperti dilihat, Kamis (18/8/2022). detikcom sudah mendapatkan izin untuk mengutip pernyataan Mahfud.
Mahfud menuturkan dalam kasus pembunuhan Yoshua, ada informasi yang disembunyikan oleh orang-orang Ferdy Sambo sehingga kasus terkesan lambat diproses. Meski demikian, Mahfud mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo cukup responsif menerima dan menjawab masukan dari berbagai pihak terkait penanganan kasus tersebut.
"Misalnya yang kasus Sambo ini disembunyikan dari Kapolri oleh orang-orangnya Sambo, sehingga Kapolri agak terasa lambat, tapi dia kan apa, responsif terhadap isu-isu dari luar. Misalnya komunikasi dengan kita dengan masyarakat dia jalan meskipun agak terlambat tapi itu menunjukkan bahwa perlu ada pembenahan di Polri itu agar terjadi kesatuan sebagai sebuah institusi pemerintah di bidang keamanan," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga mengungkapkan jika Ferdy Sambo saat menjabat sebagai Kadiv Propam Polri memiliki kekuasaan yang besar. Bahkan banyak yang takut kepada Sambo.
"Jadi begini, di Div Propam itu, Kadiv Propam (Irjen Ferdy Sambo) mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Karena Div Propam itu mempunyai sebagai Divisi ada di sini direktorat-direktoratnya atau deputinya itu yang semua di bawah kuasanya, yang menyelidiki ini yang memeriksa ini, yang memberikan hukum ini, yang mengeksekusi ini, yang memindah orang ini, yang memecat ini dan semuanya harus persetujuan Pak Sambo," kata Mahfud.
"Pada akhirnya mulai dari memeriksa, menghukum, mengadili memindah, menaikan di situ memberikan fasilitas, apa, ada di Kepala Divisi ini, ada di Kadiv. Itu lah sebabnya mungkin sebaiknya pakai sistem ketatanegaraan kita aja. Yang memeriksa dan yang menghukum beda dong, gitu. Sehingga disejajarkan aja dengan Sambo menurut saya orang-orang ini. Nah itu pikiran aja ya, agar tidak ada di satu tangan. Sekarang kan pada takut juga, yang saya dengar, 'Pak bintang tiga pun nggak bisa, lebih tinggi dari dia' meskipun secara struktural iya," sambungnya.
Mahfud mengatakan kelompok-kelompok yang ada di dalam tubuh Polri bukan merupakan sebuah rahasia lagi. Dia menyebut kelompok-kelompok itu sudah terbentuk sejak lama.
"Bagaimana pun itu kan bukan rahasia,kelompok-kelompok itu kan sudah banyak dari dulu. Ada yang kelompok A, kelompok B, kelompok C, ada Brimob, Bareskrim, Div Propam ada apa lagi, itu yang itu tidak sepenuhnya itu satu ini," imbuhnya.
Polri Tetapkan 4 Tersangka
Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Pada Jumat (8/7), Bharada E diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J. Selain memerintah, mantan Kadiv Propam itu diduga merekayasa kronologi kasus pembunuhan seolah-olah terjadi baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J di rumah dinasnya.( RZ/ WK )****
No comments:
Post a Comment