INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA ---------Krisis mata uang yang disebabkan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dianggap menjadi berkah tersendiri bagi Indonesia. Bahkan, situasi ini bisa menjadi kesempatan besar jika bisa dimanfatkan dengan baik.
Hal tersebut dikemukakan Jusuf Kalla, Wakil Presiden era Presiden Susilo Bambang Yuhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara dalam Diskusi Panel Bertajuk Global Economy: Reflections and Challenges for Indonesia Post G20 Presidency.
"Dalam krisis mata uang misalnya nilai dolar yang sedang naik. Pengalaman krisis terdahulu juga bagi daerah-daerah penghasil komoditas di luar Jawa malah kesempatan meraih keuntungan besar," paparnya.
JK mengungkapkan hasil komoditas di luar Jawa bisa mengisi kebutuhan di pulau Jawa. Menurutnya, dengan terjadinya krisis pangan dan energi dunia saat ini, Indonesia bisa mengisi kebutuhan dunia akan minyak sawit dan batu bara dengan harga yang naik tinggi.
"Hal itu tentunya akan menghasilkan keuntungan yang sangat tinggi bagi pengusaha dan bagi negara mendapatkan keuntungan pajak ekspor hampir Rp400 triliun yang dapat membantu mengurangi defisit perekonomian," ungkapnya.
Adapun, rupiah selama beberapa bulan terakhir telah melemah hingga melebihi level Rp 15.000 per US$. Melansir data dari Refinitiv, rupiah berakhir melemah 0,13% ke Rp 15.645/US$ pada Rabu (2/11/2022). Dalam 3 hari terakhir, rupiah bahkan melemah hingga 0,62%.
Pelemahan ini dipicu oleh 'kaburnya' modal asing dari Tanah Air, akibat naiknya suku bunga di AS dan ketidakpastian global yang tinggi.
Lebih lanjut, dalam pidatonya, JK yakin dengan krisis dunia saat ini tidak akan berdampak besar bagi Indonesia.
"Bagi Indonesia dan Asean krisis dunia tidaklah berpengaruh banyak. Saat ini masalah apa? masalah energi. Indonesia sendiri energy tidak masalah. Listrik PLN surplus dan batu bara naik tinggi harganya," papar JK.
Buktinya, kata JK, Indonesia juga baru saja mendapatkan penghargaan untuk swasembada pangan beras. "Itu artinya Indonesia tidak terpengaruh oleh resesi dunia yang sedang melanda negara-negara Eropa," ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat dalam situasi ini hendaknya tidak usah pesimis. "Seolah olah krisis ini adalah krisis yang menjadi masalah besar bagi Indonesia. Pengalaman lalu pada 2008 krisis subprime mortgage yang menyebabkan perekonomian USA jatuh, Indonesia masih bisa selamat dan perekonomian masih bisa tumbuh 4,5%," ujarnya.
Memang, dia akui, ekonomi Indonesia saat itu turun dari 6% tetapi dalam waktu satu tahun pertumbuhannya kembali lagi ke 6%. Oleh karena itu, dia meminta agar masyarakat selalu optimis.
"Karena krisis ekonomi dunia tidak berarti tersambung ke negara dan belahan lain dunia. Tidak seperti itu," ujarnya.(RZ/WK)***
No comments:
Post a Comment