INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA---------- Presiden Joko Widodo setuju untuk menaikkan tarif listrik dengan daya 3.000 VA ke atas. Alasannya, untuk berbagi beban dan menjaga rasa keadilan.
Persetujuan Jokowi diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, baru- baru ini.
"Bapak Presiden atau kabinet sudah menyetujui kalau untuk berbagi beban, untuk kelompok rumah tangga yang mampu, yaitu direpresentasikan dengan mereka yang langganan listriknya di atas 3.000 VA, boleh ada kenaikan tarif listrik, hanya di segmen itu ke atas," kata Sri Mulyani.
Pemerintah sudah menanggung kompensasi listrik dengan alokasi anggaran Rp 21,4 triliun. Semula anggaran kompensasi listrik tidak tersedia dalam APBN 2022.
Secara keseluruhan, kompensasi energi melambung menjadi Rp 234,6 triliun dari Rp 18,5 triliun, sehingga anggarannya ditambah sebesar Rp 216,1 triliun.
Rinciannya, kompensasi BBM bertambah Rp 194,7 triliun yang terdiri dari kompensasi solar Rp 80 triliun dan kompensasi Pertalite Rp 114,7 triliun; serta anggaran kompensasi listrik ditambah Rp 21,4 triliun.
"Jadi anggaran untuk kompensasi akan melonjak dari yang tadinya hanya dialokasikan Rp 18,5 triliun," beber dia.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Bergejolak, Anggaran Subsidi Energi Bengkak Jadi Rp 443,6 Triliun
Sementara jika tidak ada kompensasi dari pemerintah dan kenaikan tarif listrik, arus kas operasional PLN akan defisit hingga Rp 71,1 triliun.
Sebab, PLN perlu menjaga rasio kecukupan kas operasional untuk membayar pokok dan bunga pinjaman kepada lender setidaknya minimum 1.0x.
Hingga 30 April 2022, PLN sudah menarik pinjaman sebesar Rp 11,4 triliun dan akan menarik pinjaman kembali di Mei-Juni sehingga total pinjaman Rp 21,7 triliun - Rp 24,7 triliun.
"Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah, maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas operasional PLN akan defisit Rp 71,1 triliun," tandas Sri Mulyani.(RZ/WK)**"
No comments:
Post a Comment