INDENPRES MEDIA ISTANA

Tuesday 18 March 2014

MASA KAMPANYE BERLANGSUNG DOMINAN ANAK-ANAK JUGA DI IKUTKAN.

Dalam pelaksanaan kampanye, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu ) dan Komisi Perlindungan Anak ( KPA ), masih menemukan perlibatkan anak-anak di bawah umur pada rapat terbuka. Dalam Undang-Undang 10/ 2008 tentang Pemilihan Umum, juga melarang mengikutsertakan warga Negara yang tidak memiliki hak pilih pada kampanye terbuka. Padahal, dalam pasal 32 Peraturan KPU dengan nomor 15 tahun 2013, secara tegas melarang partai atau calon anggauta legislative ( Caleg ) memobilisasi orang yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih.
Karena perlindungan terhadap anak diatur dalam dua undang-undang. Sebenarnya ada dua pihak yang bisa melaksanakan penegakan hokum. Dalam ranah kampanye ( Pemilu ), Panwaslu punya kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Perlindungan anak secara tegas disebutkan, setiap anak di bawah umur wajib memperoleh jaminan keselamatan dari piruk pikuk pelaksanaan pesta demokrasi, terutama dalam ajang kampanye terbuka. Pelanggar pasal itu bisa dipenjara tiga bulan hingga 12 bulan, serta denda sebesar Rp 30 juta sampai Rp 60 juta. Sayangnya, Panwaslu biasanya hanya memberi peringatan pada para pengerah anak-anak dan sama sekali belum pernah ada yang ditindak sesuai ketentuan. Karena hukuman yang diberlakukan pada pelanggar pasal “ perlindungan anak “ hanya administratif, si pelanggar pun tidak pernah jera. Di sisi lain, penindakan terhadap pelanggar UU Perlindungan Anak, yakni saat-saat si anak diajak ikut berkampanye, juga tidak pernah dilakukan. Beragam alasan dikemukakan sehingga penegak hukum memilih tutup mata saja. Di lain pihak, rasanya kurang afdhol bila sang ibu ( atau kadang bersama bapak ) tidak menghadiri acara kampanye. Sebab, hadir di lapangan, stadion, gedung pertemuan untuk mendengarkan orasi politik, adalah bagian dari kewajibannya kader partai. Setiap kali rapat umum digelar, setiap kali pula “ maksimal “ hanya akan ada teguran saja dan pada kegiatan serupa setelah itu, puluhan bahkan ratusan anak-anak akan kembali hadir di lapangan atau tempat-tempat kampanye terbuka. Alasan yang biasanya muncul adalah, tradisi kita memang mengharuskan si ibu mengajak anaknya untuk beraktivitas. Saat sang ibu ke pasar, ke sawah, ke toko, memilih mengajak si anaknya ketimbang menitipkannya di lembaga penitipan anak atau menyerahkan si anak pada pengasuh. Pertanyaannya, lebih afdhol mana memberikan rasa aman dan nyaman pada si anak, ketimbang ikut serta dalam rapat umum partai ? Partai atau Caleg, seharusnya juga menyadari, bila kehadiran anak-anak di tempat rapat umum bukanlah sesuatu yang penting. Bukanlah kemenangan partai atau caleg pada Pemilu tidak ditentukan banyak sedikit orang yang dating ke tempat rapat umum, tapi ditentukan oleh banyak sedikitnya pemilih yang mencoblosnya ? Sebagai ibu dan bapak, atau sebagai ibu saja atau bapak saja, tentu kewajiban utamanya adalah memberikan “ nafkah “ fisiologis, spiritual, psikis pada anak dan bukan yang lain. Setelah kewajiban dalam keluarga selesai, barulah ada kewajiban melakukan sesuatu di luar pagar rumah. Jadi, mari berlomba mengeruk suara dan tetap melindungi anak-anak kita, agar supaya anak itu tidak kena suasana lingkungannya yang tidak di inginkan bagi si anak itu sendiri. (***).

No comments:

Post a Comment