INDENPRES MEDIA ISTANA

Wednesday, 19 March 2014

SK PNS HONORER DIBARTER SUARA.

Semakin aneh-aneh saja temuan di sekitar pengangkatan tenaga honorer K-2 menjadi Pegawai Negeri Sipil ( PNS ), di tahun 2014. Setelah ada kabar suap hingga Rp 100 juta untuk mereka yang ingin jadi abdi Negara, kini ada kabar soal tukar suara pemilihan gubenur dengan SK PNS. Meski penipuan, atau berita penghukuman tersiar kemana-mana, tidak juga menjadi pembelajaran bagi banyak orang dan tetap saja ada korban “ penipuan “ atau praktik calo di setiap penerimaan pegawai. Ya berita-berita soal suap, sogokan, barter dengan benda atau jasa tertentu agar bisa diterima menjadi pegawai negeri, selalu mewarnai setiap penerimaan CPNS. Modusnya pun beragam, mulai dari penipuan murni hingga benar-benar ada permintaan yang dikelola secara sitematis oleg pegawai atau pejabat nakal di semua tingkatan. Nafsu benar sebagian warga Negara Indonesia untuk menjadi PNS, sama besarnya dengan nafsu calo atau penipu yang mengeruk keuntungan dari proses penerimaan pegawai.
Ada juga yang benar-benar ingin punya pekerjaan tetap dan gaji tetap yang setiap tahun naik dan uang pension. Di satu sisi, ada orang yang pandai berhitung sehingga mampu meyakinkan calon korban, bila uang sogokan yang harus dibayarkan hanya sama dengan penghasilannya lima, enam, tujuh atau sepuluh tahun. Di satu sisi, ada yang mengejar pegawai negeri sipil, abdi Negara, pegawai pemerintah, agar terlihat gagah, keren, sukses, pinter dan memperoleh status sosial dan politik di lingkungannya. Karena transaksi ini mampu dimaknai dua pihak sebagai bisnis atau kegiatan ekonomi dan untung rugi, transaksi pun berlangsung. Mereka yang menyerahkan uang untuk sogokan, menganlogikan dengan modal usaha took kelontong, yang akan balik modal dalam sekian tahun dan setelah itu dia bisa memungut untung. Sungguh aneh dan mungkin hanya ada di negeri ini fenomena ini terjadi, yakni ketika korupsi menjadi cita-cita. Yang memprihatinkan adalah, mereka mau melakukan apa saja untuk bisa menjadi PNS, karena di tempat kerja itulah, ia bisa memperoleh pendapatan lebih selain gaji dan tunjangan resmi. Pendapatan lebih itu, tentu saja berasal dari pungutan liar, korupsi, gratifikasi dan semacamnya. Berbagai motif itulah, orang demikian antusiasnya untuk bisa menjadi PNS. Jadi, jangankan hanya ditukar dengan lima foto kopi KTP, ditukar dengan foto kopi KTP milik orang sekampung pun, akan mereka lakukan, asal bisa menjadi PNS. Mewaspadai, janji manis para caleg dan tim sukses capres yang mengaku bisa “ mengurus nasib honorer “ sama pentingnya dengan mewaspadai keliahaian para calo atau penipu yang bergentangan di arena penerimaan CPNS. Wal hasil, semua pihak yang masih ingin negeri ini baik, haruslah waspada terhadap praktik barter uang, jasa, dan surat dengan SKP PNS. Apalagi, di saat musim kampanye menjelang pencoblosan anggauta legislatif dan presiden. Yang kadarnya paling ringan adalah, bisa saja ada caleg atau tim sukses capres yang menjanjikan bisa mem-PNS-kan semua honorer, bila ia sudah menjadi anggauta dewan atau bosnya sudah jadi presiden. Sebab, bisa saja, mereka yang “ terlalu pinter “ kemudian menawarkan jasa bisa mengurus nasib para tenaga honorer yang tidak lolos jadi PNS, asal mencoblosnya. ( ****).

JOKOWI JADI CAPRES YES-YES.

Semenjak Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, akhirnya memgumumkan Calon Presiden yang akan diusung pada pemilihan Juli 2014 mendatang. Meski sempat diwarnai isu penolakan dari sebagian kader banteng, Joko Widodo yang biasanya disebut Jokowi, tetap menjadi pilihan Megawati Soekarno Putri. Hampir semua partai selain PDI Perjuangan, belum ada yang berkomentar miring. Hanya Ruhut Sitompol, yang seperti biasa masih saja nynyir pada Jokowi. Keputusan itu disambut gegap gempita di banyak sektor. Di dunia maya, keputusan itu sempat menjadi trending topic twitter dan tema utama obrolan di sejumlah situs jejering social. Pencalonan Jokowi juga langsung direspon positif di lantai bursa serta mampu mendongkrak nilai tukar rupiah.
Saat ini dan ke depan, Jokowi hanya perlu memasukkan strategi peningkatan popularitas pada aline kedua, strategi pemenangannya. Upaya membangun popularitas sudah sedemikian baik dilakukan Jokowi sejak sebelum Jokowi resmi menjadi calon gubenur DKI Jakarta, dan terus terbangun hingga saat ini. Harapan sang bunda agar anaknya terhindar dari fitnah adalah poin penting, yang tidak saja harus masuk dalam doa, tapi juga harus menjadi alinie pertama dalam strategi Jokowi. Utamanya, dalam kurun waktu antara pengumuman pada tanggal 14 Maret hingga pencoblosan Pilpres, pada bulan Juli mendatang Ibunda Jokowi, Sudjiatmi Notomihardjo ( 72 ), juga tidak berlebihan menyambut keputusan penting dari Lenteng Agung. Seperti biasanya, bundanya hanya meminta putranya berhati-hati menjaga amanat dan terus berdoa pada Sang Maha Kuasa, agar selalu diberi kekuatan dan terhindar dari fitnah. Hanya dengan mempertahankan nilai itu saja, mantan Wali Kota Solo sudah bias duduk di kursi presiden periode 2014- 2019. Popularitas Jokowi hanya bisa turun pelan atau drastis, bila Jokowi dan timnya tdak mampu menghindari fitnah atau sejumlah upaya pengungkapan keburukan Jokowi. Padahal, bisa saja ada orang-orang musuh politiknya yang sedang menyiapkan amunisi “ fitnah “ atau semacamnya berkaliber besar yang akan diluncurkan para penembak jitu, sehingga akan menjadi serangan mematikan bagi Jokowi. Dan dalam soal ini penghindaran fitnah atau semacamnya, Jokowi belum teruji. Selama ini. Belum ada serangan mematikan yang dialamatkan pada Jokowi sebagai medan latihan menghadapi Pilpres. Bisa jadi pula, amunisi itu tidak hanya ditembakkan dari satu sudut dan mengenai satu bagian tubuh popularitas Jokowi, tapi muncul dari berbagai sudut. Bila di saat pergi ke Jakarta dari Solo sangatlah lancer, tentu tidak demikian saat Jokowi harus berangkat dai Balaikota menuju Istana Merdeka. Situasi politik dan masyarakat, komposisi kekuatan politik yang melingkupinya benar-benar bebeda antara di DKI dan di Solo. Satu di antara amunisi yang bisa saja dilontarkan sejumlah penembak jitu adalah soal “ colong playu “ dari DKI Jakarta, seperti yang pernah dilakukannya saat mencalonkan diri sebagai gubenur DKI yang juga colong playu dari Solo. Karena itu, Jokowi butuh seperangkat “ rompi anti peluru “ yang benar-benar tidak bisa tertembus oleh berbagai jenis amunisi fitnah. Dan satu di antara bahan rompi yang paling mujarab adalah , spirit Bantaran Kali Anyar Solo, Tempat Jokowi mendapatkan banyak inspirasi saat bercengkrama dengan wong cilik, semasa masih menjadi Wali Kota Solo.(***).

Tuesday, 18 March 2014

MABES POLRI BISAKAH MENINDAKLANJUTI ATAS LAPORAN PERSELINGKUHAN BUPATI KENDAL?

Kendal,
Kasus dugaan perselingkuhan Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti dengan oknum perwira polisi telah diadukan ke Mabes Polri di Jakarta. Semua berkas perselingkuhan Bupati Kendal telah diserahkan ke Mabes Polri pada hari Jumat lalu. Sedangkan yang berhubungan dengan Korupsi Kendal juga telah diserahkan ke KPK. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Kiai Kendal, Maksum. Dijelaskan pula oleh Maksum bahwa para kiai Kendal beserta Aliansi Rakyat Kendal Bangkit ( ARKB ) akan terus melakukan gerakan penuntasan kasus dugaan perselingkuhan Widya Kandi beserta korupsi hingga ditangani pihak aparat penegak hukum. Maksum juga menjelaskan, jika tidak ada respon oleh pihak berwenang, pihaknya mengancam akan melakukan lagi aksi besar-besaran agar kasus yang diduga melibatkan orang nomor satu di Kendal ditangani secara serius. Dewan Kabupaten Kendal harus memakzulkan Bupati Kendal dari jabatannya. Rencananya demo siap dilakukan bersama warga Kendal di Gedung KPK Jakarta dan Kementerian Dalam Negeri Jakarta. Sementara itu salah seorang tokoh masyarakat Kendal lainnya, Hadi Yasin sangat mendukung aksi yang dilakukan para kiai Kendal tersebut. Namun menurutnya, aksi unjukrasa yang dilakukan di Kendal akan sulit mendapat hasil dan respon yang baik dari para anggauta DPRD Kendal. Mereka saat ini sedang sibuk dengan politiknya masing-masing, bahkan hampir semuanya pro Bupati Kendal. Makanya disarankan demonya sebaiknya dilakukan di Jakarta, bisa buat tenda di sana. Terpisah, anggauta Komisi B DPRD Kendal Kartiko Nur Sapto mengatakan, surat yang disampaikan oleh Aliansi Rakyat Kendal Bangkit ( ARKB ) yang meminta pemakzulan Bupati terkait kasus amoral tersebut belum sampai ke pihak pimpinan dewan. Menurut Kartiko bahwa sudah kroscek langsung, belum ada surat itu. Tapi setelah ditelusuri, ternyata disembunyikan oleh pihak yang tidak sepakat. Di luar hal itu, jelas Kartiko , pihaknya mengapresiasi sikap masyarakat yang juga didominasi kalangan ulama Kendal yang secara sehat melakukan upaya hukum ke Mabes Polri dan KPK terkait kasus tersebut. Dewan berupaya dengan kemampuan untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Karena kondisi pemerintahan Kendal selama 4 tahun juga buruk sekali. Politisi PKS juga mengakui tindakan tersebut merupakan sesuatu yang salah, mengingat sebagai penerima aspirasi, seharusnya masukan masyarakat ke dewan dapat langsung diterima tanpa intervensi apapun. Dikatakan oleh Kartiko bahwa, curiga ternyata SKPD ( satuan kerja perangkat daerah ), menempatkan sesuatu yang wajar menjadi tak wajar. Korlap Aksi Copot Bupati Kendal Kiai Nur Khamid menjelaskan aksi yang telah dilakukannya dengan para Kiai Kendal tersebut, tanpa dinyana telah mendapat simpati dari sejumlah kalangan dan Masyarakat Kendal. Bahkan mereka siap dalam aksi lanjutannya untuk ikut menurunkan masa secara besar-besaran agar Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti segera bertobat atas segala kesalahannya. (***).

MASA KAMPANYE BERLANGSUNG DOMINAN ANAK-ANAK JUGA DI IKUTKAN.

Dalam pelaksanaan kampanye, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu ) dan Komisi Perlindungan Anak ( KPA ), masih menemukan perlibatkan anak-anak di bawah umur pada rapat terbuka. Dalam Undang-Undang 10/ 2008 tentang Pemilihan Umum, juga melarang mengikutsertakan warga Negara yang tidak memiliki hak pilih pada kampanye terbuka. Padahal, dalam pasal 32 Peraturan KPU dengan nomor 15 tahun 2013, secara tegas melarang partai atau calon anggauta legislative ( Caleg ) memobilisasi orang yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih.
Karena perlindungan terhadap anak diatur dalam dua undang-undang. Sebenarnya ada dua pihak yang bisa melaksanakan penegakan hokum. Dalam ranah kampanye ( Pemilu ), Panwaslu punya kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Perlindungan anak secara tegas disebutkan, setiap anak di bawah umur wajib memperoleh jaminan keselamatan dari piruk pikuk pelaksanaan pesta demokrasi, terutama dalam ajang kampanye terbuka. Pelanggar pasal itu bisa dipenjara tiga bulan hingga 12 bulan, serta denda sebesar Rp 30 juta sampai Rp 60 juta. Sayangnya, Panwaslu biasanya hanya memberi peringatan pada para pengerah anak-anak dan sama sekali belum pernah ada yang ditindak sesuai ketentuan. Karena hukuman yang diberlakukan pada pelanggar pasal “ perlindungan anak “ hanya administratif, si pelanggar pun tidak pernah jera. Di sisi lain, penindakan terhadap pelanggar UU Perlindungan Anak, yakni saat-saat si anak diajak ikut berkampanye, juga tidak pernah dilakukan. Beragam alasan dikemukakan sehingga penegak hukum memilih tutup mata saja. Di lain pihak, rasanya kurang afdhol bila sang ibu ( atau kadang bersama bapak ) tidak menghadiri acara kampanye. Sebab, hadir di lapangan, stadion, gedung pertemuan untuk mendengarkan orasi politik, adalah bagian dari kewajibannya kader partai. Setiap kali rapat umum digelar, setiap kali pula “ maksimal “ hanya akan ada teguran saja dan pada kegiatan serupa setelah itu, puluhan bahkan ratusan anak-anak akan kembali hadir di lapangan atau tempat-tempat kampanye terbuka. Alasan yang biasanya muncul adalah, tradisi kita memang mengharuskan si ibu mengajak anaknya untuk beraktivitas. Saat sang ibu ke pasar, ke sawah, ke toko, memilih mengajak si anaknya ketimbang menitipkannya di lembaga penitipan anak atau menyerahkan si anak pada pengasuh. Pertanyaannya, lebih afdhol mana memberikan rasa aman dan nyaman pada si anak, ketimbang ikut serta dalam rapat umum partai ? Partai atau Caleg, seharusnya juga menyadari, bila kehadiran anak-anak di tempat rapat umum bukanlah sesuatu yang penting. Bukanlah kemenangan partai atau caleg pada Pemilu tidak ditentukan banyak sedikit orang yang dating ke tempat rapat umum, tapi ditentukan oleh banyak sedikitnya pemilih yang mencoblosnya ? Sebagai ibu dan bapak, atau sebagai ibu saja atau bapak saja, tentu kewajiban utamanya adalah memberikan “ nafkah “ fisiologis, spiritual, psikis pada anak dan bukan yang lain. Setelah kewajiban dalam keluarga selesai, barulah ada kewajiban melakukan sesuatu di luar pagar rumah. Jadi, mari berlomba mengeruk suara dan tetap melindungi anak-anak kita, agar supaya anak itu tidak kena suasana lingkungannya yang tidak di inginkan bagi si anak itu sendiri. (***).

Thursday, 13 March 2014

KEDATANGAN PRESIDEN INDONESIA DI SEMARANG, PENGAMANAN DIPERKETAT

Semarang, Kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhono untuk menghadiri peresmian ground breaking pipa gas bumi di PT Indonesian Power Lorok dan jalan tol Semarang- Bawen besok pagi hari Jumat ( 14/3) nanti, Pemerintah Kota Semarang mengajak TNI, Kepolisian beserta jajarannya. Ratusan petugas keamanan dari Kodim TNI-AD, Kepolisian, Satpol PP, Satgas, Gegana, dan Polisi Anti Huru-Hara beserta jajarannya. Menurut Danrem 073, Makutarama Kolonel ( Inf ) Stephanus Tri Mulyono mengatakan, pengamanan bukan hanya mementingkan keselamatan pribadi, namun kehormatan dan kedaulatan bangsa. Maka, harus bertindak tegas dalam mengambil langkah dengan sesegera mungkin terhadap kegiatam-kegiatan yang dapat membahayakan. Darem 073, Makutarama Kolonel ( Inf ) Stephanus Tri Mulyono juga mengatakan, Presiden dan Wapres merupakan simbol negara yang wajib diberikan pengamanan secara khusus. Pengamanan VVIP dilakukan untuk menyambut kedatangan presiden. Kurang lebih 200 petugas gabungan, TNI dan Polri akan dikerahkan untuk pengamanan. Pasukan ini nantinya terdiri tiga tim pasukan khusus pengamanan bagi presiden dan wakil presiden. Pihaknya akan mempersiapkan operasi dengan mengedepankan prinsip pencegahan, berupa pencanangan dengan baik diseluruh rangkaian kegiatan dan pengkoordinasian secara tepat dan cermat untuk setiap bagian sehingga langkah-langkah yang diambil tidak memberikan kerugian. Sementara itu, Kepala Dishubkominfo Kota Semarang Agus Harmunanto mengatakan, kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhono di Kota Semarang berjanji arus lalu lintas di Kota Semarang tidak ada ruas jalan yang ditutup. Dijelaskan pula oleh Agus bahwa, paling 15 menit lakukan sterilisasi saja. Selain itu, saat kunjungan presiden, parkir-parkir liar di kota Semarang akan ditertibkan. Dan juga bekerja sama dengan Satpol PP untuk menertibkan PKL. Rencananya, presiden akan mengunjungi Simpanglima dan Kampung Nelayan Tambaklorok. Kedatangan presiden itu diharapkan disambut baik oleh warga Semarang. Kodim 0733/ CS Letkol Kav Dicky Armunanto menyatakan, pihaknya akan all out dalam pengamanan presiden. Tim pengamanan merupakan gabungan dari berbagai aparat, mulai dari Polda, Polrestabes Semarang, Polairud, Lanal, Damkar, dan sebagainya Sedangkan Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Djihartono menambahkan, pihaknya juga menurunkan sekitar 802 personil untuk mengamankan kunjungan presiden. Jika digabungkan dengan pengamanan dari pemkot Semarang totalnya sekitar 2.000 personil. (***).

Sunday, 2 March 2014

Alat cetak E-KTP di Semarang nganggur

Semarang Jumlah warga Semarang yang belum merekam e-KTP saat ini tinggal sekitar 10 persen dari total wajib KTP 1.205.691 jiwa. Kalau pun sudah merekam. Saat ini pemerintah pusat sudah berhenti mencetak e-KTP, kewenangan itu diserahkan ke pemeritah daerah. Tapi, hingga saat ini belum dikirim blangko dan chipnya. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Disdukcapil Kota Semarang, Mardiyanto. Dikatakan pula oleh Mardiyanto, data terakhir yang punya, ada sekitar 25 ribuan warga yang tergabung dalam perekaman massal pada tahun 2012 belum menerima hasil cetak. Apalagi yang melakukan perekaman setelah tahun ini. Mardiyanto berujar, saat ini sudah ada empat alat pencetak e-KTP di kantornya. Rencananya, empat alat itulah yang digunakan untuk mencetak. Sebenarnya, pemerintah pusat menjanjikan pengiriman blangko dilakukan bulan Januari lalu. Tetapi hingga saat ini belu, ada kabar sama sekali.
Dijelaskan pula oleh Mardiyanto, ada kebijakan, warga masih bisa pakai KTP reguler untuk keperluan sehari-hari. Untuk warga yang belum memiliki e-KTP bisa menggunakan KTP lama (reguler). Begitu pula yang merekam baru, mereka akan menggunakan KTP reguler. Sembari menunggu, Mardiyanto berharap warga Semarang bisa menunggu. Mardiyanto menjelaskan, dari 1.2 juta wajib KTP, sekitar 115 ribu dinyatakan hangus karena sudah meninggal , pindah rumah, hingga data ganda. Sedangkan, yang sudah melakukan perekaman e-KTP mencapai 1.065.231 jiwa. Salah seorang yang belum menerima KTP sejak melakukan perekaman adalah Utarto (17). Sejak merekm data, hingga saat ini belum menerima e-KTP. Padahal, Utarto membutuhkan KTP untuk berbagai keperluan, semisalnya untul data saat mendaftarkan perguruan tinggi dan sebagainya.(*****).

Delapan TKI jadi Tumbal hukuman mati.

Semarang, Sangat memprihatinkan sekali. Sedikitnya delapan Tenaga Kerja Indonesia ( TKI ) asal Jawa Tengah menjadi tumbal hukuman mati di seluruh negara tetangga. Kondisi mendesak justru dialami oleh Satinah yang merupakan warga kelahiran kota Semarang karena tersandung hukum di Arab Saudi karena dituduh melakukan pembunuhan terhadap majikannya. TKI asal Jawa Tengah yang tidak beruntung nasibnya itu antaranya, Karni TKI asal Brebes dan Satinah TKI asal Kabupaten Semarang, Mirisnya, ekselusi Satinah hanya tinggal menunggu hari, karena ahli waris korban masih menolak tawaran diyat atau uang ganti rugi kematian yang telah disiapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Menyikap hal itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementrian Luar Negeri, Tatang Razaq mengaku terus berkoordinasi terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait masih banyaknya kasus WNI asal Jawa Tengah yang terancam hukuman mati. Menurut Tatang, meminta dari Pemprov Jawa Tengah bisa ikut membantu mengumpulkan uang diyat melalui donatur dan pihatnya terus melakukan pendekatan keluarga ahli waris korban agar mau menerima uang yang telah dikumpulkan.
Menurutnya, keluarga ahli waris korban bisa segera menerima uang diyat yang saat ini sudah memiliki senilai Rp 12 miliar. Namun keluarga ahli waris korban masih enggan menerima uang, dan meminta sebesar Rp 21 miliar. Saat bersamaan, putri Satinah, Nur Afriana mengaku juga telah mengirimkan surat kepada keluarga ahli waris korban untuk menerima uang diyat yang diberikan. Dirinya mengaku sangat terpukul akibat kasus yang menjerat ibu kandungnya tersebut. Sebagai warga Jawa Tengah, Afriana juga memohon kepada Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo untuk bisa ikut membantu untuk menyelamatkan ibunya. Menyikapi itu, Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengungkapkan, akan mengadakan pertemuan khusus dengan kemenlu, BNP2 TKI dan kemenakertas untuk berkoordinasi.Menurutnya, Jawa Tengah akan menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masala tersebut. Karena diakui jumlah TKI Jateng yang terlibat kasus di luar negeri berjumlah banyak. Pihaknya juga akan melakukan berbagai cara untuk mengatasi kebocoran TKI ilegal yang ingin mengadu nasib di luar negeri, termasuk memberikan pendidikan khusus agar mereka bisa punya kompetesi dan terhindar dari kasus pidana. Terlepas dari ceritera Satinah, data Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia kementerian Luar Negeri mencatat WNI asal Jateng yang mendapat kasus hukum di luar negeri mencapai 1.927 orang termasuk diantaranya Satinah. (*****).  

Bisakah Polisi Menangkap Sukawi Kasus Dugaan Korupsi Asuransi Fiktif.

Semarang, Penyidik Tipikor Polrestabes Semarang bertekad mengusut tuntas kasus dugaan korupsi asuransi fiktif DPRD Kota Semarang pada tahun 2003. Setelah menyatakan sebanyak 17 mantan anggauta dewan dipastikan akan ditetapkan tersangka, tim kepolisian juga mengejar keterangan dari mantan nomor satu di kota Semarang Sukawi Sutarip. Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Wika Hardianto saat konfirmasi mengatakan, pemanggilan Sukawi Sutarip untuk mengetahui aliran dana asuransi fiktif DPRD Kota Semarang pada tahun 2003 dengan kerugian negara mencapai Rp 17 miliar. Sukawi Sutarip saat itu pada tahun 2003 menjabat Walikota Semarang.Untuk mengetahui aliran dana asuransi fiktif.
Sementara itu, Sukawi Sutarip belum bisa dikonfirmasi. Beberapa kali dihubungi melalui nomor telepon tidak berkenan menjawab. Selain itu saat dihubungi melalui SMS jugs tidak membalas. Kasus tersebut mencuat dari pelaksanaan program asuransi Dana Sejahtera Abadi antara DPRD Kota Semarang dengan PT Pasaraya Life pada tahun 2003. Dalam kepemimpinan Sukawi Sutarip tersebut, premi asuransi yang ditawarkan senilai Rp 38,4 juta kepada setiap anggauta dewan untuk jangka waktu satu tahun. Namun ternyata, total premi mencapai Rp 1,7 miliar tersebut justru dibagikan kepada seluruh anggauta dewan. Sebelum, bola api penanganan kasus dugaan korupsi asuransi fiktif DPRD Kots Semaràng 2003 telah memanas di Polrestabes Semarang. Mantàn Sekretaris Dewan Pemkot Semarang, Suhadi juga telah diperiksa. Sebanyak 17 mantan anggauta DPRD Kota Semarang pada tàhun 1999- 2004 dipastikan oleh penyidik Tipikor Semarang dipastikan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Bisakah mantan Walikota Semarang Sukawi Sutarip menjadi tersangka ? Dan beranikah pihak Tipikor menjerat mantan Walikota Semarang Sukawi Sutarip menjadikan tersangka utama? Mari kita tunggu bersama.(* *****).

Saturday, 1 March 2014

MENURUT SURVEI UNDIP SEMARANG PILIH CALEG PEMBERI IMBALAN

Semarang,
Hasil survei dosen dan mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang terhadap Pemilu 2014, hasilnya cukup mencengangkan. Ternyata, ada sekitar 70 persen warga Jawa Tengah masih berpikir pragmatis pada Pemilu 2014 mendatang. Pemilih di Jawa Tengah mengaku akan memilih jika ada imbalan atau janji-janji tertentu dari para caleg yang akan dipilih. Demikian salah satu hasil survei tentang money politik yang dilakukan lembaga survei dosen dan mahasiswa Undip Semarang. Meski tidak semua daerah pemilihan di Jawa Tengah yang disurvei, namun hasil ini paling tidak membuktikan masyarakat masih akan memilih mereka yang memberi imbalan atau janji-jani manis. Menurut Teguh Yuwono selaku koordinator survei menyatakan, dalam penelitiannya terbagi dalam tiga kategori, yakni pemilih rasional yang mengandalkan program caleg dan logika, pemilih berdasarkan idiologi kepartaian dan pemilih pragmatis. Pragmatis yang dimaksud Teguh, berbentuk imbalan atau janji-janji tertentu dari caleg yang ditujukan ke masyarakat, baik secara individu atau secara kolektif. Dijelaskan pula oleh Teguh bahwa, hasilnya pemilih rasional yang memilih berdasarkan idiologi hanya 20 persen, dan yang pragmatis sebesar 70 persen. Kolektif yang dimaksud bisa berupa janji pembangunan fasilitas publik seperti pavingisasi jalan dan jembatan. Memang pemilih di Jawa Tengah ini krisis identitas. Mereka lebih berpikir pragmatis karena caleg pun pragmtis. Di satu sisi, pemilih membutuhkan bukti dan bukan janji. Bukti-bukti itu harus direalisasikan para wakilnya yang duduk sebagai anggauta legislatif. Sehingga tidak mengherankan jika pemilu di Jawa Tengah cukup mahal. Selain ada ongkos politik harus ada money politik. Pemilu menurut Teguh sebenarnya untuk mencari pemimpin yang baik, dan bukan memilih pemimpin yang kaya.Namun jika melihat realitas terkini, para caleg yang baik namun tidak punya uang sangat kecil kemungkinan untuk jadi. Dari sisi regulasi, UU tentang pemilu menurut Teguh cukup rumit. Mestinya, Bawaslu memiliki kewenangan jemput bola model KPK.Atau kalau perlu, KPK juga dilibatkan atau diberi hak untuk melakukan penyelidikan dana kampanye. Kalau diserahkan kejaksaan dan kepolisian, menurut Teguh tidak akan bisa maksimal. Menurut Teguh UU Pemilu yang mengatur tentang sanksi money politik ini sangat lemah.Sebab yang dikenai hanya caleg atau pemberi suap tidak dikenakan sanksi. Guna meminimalisasi terjadinya money politik, anggauta Panwaslu Kota Semarang M Ichwan mengusulkan adanya perubahan dalam regulasi perundang-undangan yang mengatur pemilu. Menurutnya, UU nomor 8 tahun 2012 yang mengatur pemilu, hanya memberikan sanksi kepada si pemberi uang. Sementara bagi masyarakat yang menerima money politik, tidak dikenakan sanksi. Ichwan menghimbau para caleg agar tidak mengiyakan sepenuhnya hasil survei yang menyebutkan 70 persen warga Jateng berharap dikasih uang untuk memilih. Sebab hasil survei dalam pandangannya tidak semuanya benar. Bisa saja hasil survei itu salah.(***).