INDENPRES MEDIA ISTANA

Wednesday, 4 January 2017

Kado Pahit Buat Gubenur Jateng Dikarenakan Bupati Klaten Kena Kasus Operasi Tangkap Tangan Oleh KPK.

Bagai disambar petir. Demikian kira-kira untuk menggambarkan perasaan Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, ketika mendengar Bupati Klaten Sri Hartini, ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ), pada hari Jumat lalu (30/12). Tentu ini menjadi sebuah " kado pahit " akhir tahun 2016 buat Ganjar Pranowo sebagai pemimpin nomor satu di Jawa Tengah dan masyarakat Klaten. Bukan hanya karena slogan yang Ganjar gaungkan diabaikan oleh Sri Hartini, namun upaya untuk memberikan kesadaran akan jahatnya perilaku korupsi lewat " sekolah " di KPK pun ternyata tak mempan buat Sri Hartini. Bahwa menjadi pemimpin harus bersih, terbuka, dan tidak membohongi rakyat. Karena itu, tak heran, sebagai representasi itu, Ganjar ingin memberikan contoh dengan melakukan seleksi terbuka terhadap pejabat yang akan diangkatnya. Termasuk, juga sampai " menyekolahkan " sebanyak 17 kepala daerah hasil pilkada pada tahun 2015 lalu, meengikuti workshop integritas di KPK Jakarta pada bulan Maret 2016 lalu. Termasuk, salah satu pesertanya adalah Bupati Klaten Sri Hartini. Bagaimana tidak, saat bersamaan, Ganjar tengah melantik pejabat eselon II,III dan IV dilingkungan Pemprov Jateng. Semangat dari dilantiknya para pejabat tersebut, adalah agar mereka bisa segera bekerja di awal 2017 melayani masyarakat. Mereka juga didorong menyukseskan slogan Ganjar ; Mboten Korupsi lan Mboten Ngapusi. Masyarakat Klaten juga dirugikan. Nama daerahnya jadi tercemar karena ulah bupatinya. Tak hanya itu, PNS di lingkungan Pemkab Klaten juga ikut menanggung akibat dengan tertundanya gajih mereka. Terbukti, meski sudah tak terhitung banyaknya pelaku korupsi ditangkap dan dimasukkan penjara, toh hal itu ternyata belum mampu memberikan efek jera bagi pejabat. Masih ada pejabat yang melakukan hal serupa. Mereka yang tertangkap, seolah hanya karena sial saja. Selebihnya, mereka menikmati apa yang dikorupsinya. Selain itu, kasus korupsi Sri Hartini, seolah kembali menegaskan bahwa di kalangan pejabat di negeri ini susah untuk menghilangkan sikap koruptif, serakah bin tamak terhadap harta. Amanah yang diembannya seolah merupakan kesempatan " balas dendam "untuk mengeruk harta sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran pribadi maupun golongannya.Bukan untuk mensejahterakan rakyatnya. Pergunakanlah kepercayaan tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya,tidak disalahkangunakan untuk memperkaya diri dengan cara mengkorupsi uang rakyat. Karena, sebagaimana pribahasa ; sepandai-pandai orang menyimpan bangkai, baunya akan tercium juga. Karena bangkai itu busuk, maka baunya pasti akan menyebar. Percayalah, sepandai-pandai Anda korupsi, akhirnya juga akan tertangkap juga, ini hanya soal waktu saja. Memasuki tahun 2017, sebagaimana Gubenur Jawa Tengah, masyarakat juga tentu memiliki harapan besar terhadap para pejabat yang baru dilantik. Tidak hanya pada tingkat provinsi, namun juga dikota/kabupaten yang ada di Jateng. Mereka bisa bekerja memenuhi harapan masyarakat, dengan mengedepankan akuntabilitas. Bukan zamannya pejabat untuk dilayani, tetapi merekalah yang harus memberikan pelayanan secara layak kepada masyarakat sebagaimana fungsinya. (*****)

No comments:

Post a Comment