Friday, 13 January 2017
Biaya Politik Sangat Tinggi.
Semarang. Ketika menanyakan tentang jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan di Jawa Tengah Gubenur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo angkat bicara nada tinggi. Berkaca dari Operasi Tangkap Tangan ( OTT ) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) terhadap Bupati Klaten Sri Hartini belum lama ini. Ganjar menilai praktik seperti itu terjadi karena ongkos politk begitu tinggi.
Ganjar menambahkan, tindakan yang akan dilakukan,tindakan akan dilakukan para politisi kalkulatoritu tadi adalah jualan kursi jabatan, membagi anggaran kepada para kontraktor,maupun dengan cara jualan izin. Ditambah tingginya gaya hidup menjadikan mereka terjerumus melakukan tindakan korupsi.
Ganjar juga menjelaskan bahwa, bibit korupsi ini sebenarnya muncul sejak awal mereka mencalonkan diri. Inilah yang disebutnya sebagai praktik politisi kalkulator, karena menghitung untung rugi yang akan mereka dapat. Semestinya, lanjut Ganjar, modal yang diminta adalah intelektual seperti mentransaksikan ide dan program. Ada orang bertanya kepada Bupati bahwa dia habisnya sebesar Rp 30 milyar. Setelah dicek bayaran Bupati sebesar Rp 6 juta ditambah honor-honor katakanlah jadi Ro 50 juta sebulan, itu tidak akan balik modal. Maka yang terjadi selanjutnya hastakarya, copet sana-sini, dan matanya tiba-tiba buta tidak peduli problem yang ada dimasyarakat.
Menurutnya, dibutuhkan hukuman yang bisa membuat jera para koruptor. Seperti misalnya pemiskinan dan pemidanaan panjang. Mantan legislator Senayan ini mendukung digencarkannya OTT oleh KPK. Meski tidak bisa menghilangkan sepenuhnya praktik korupsi tapi paling tidak ini membuat para koruptor malu.
Kasus yang terjadi di Klaten menurut Ganjar sangat memalukan dan merupakan tindakan gragas. Ironisnya kasus ini terjadi di Jawa Tengah dimana pada tanggal 9 Deember 2016 lalu melalui Gubenur Jawa Tengah menerima penghargaan dari KPK sebagai provinsi terbaik dalam penerapan sitem pelaporan dan pengendalian gratifikasi. Namun nyatanya di bulan yang sama Bupati Klaten tertangkap oleh KPK.
Ganjar juga mengaku, menerima laporan dari dua kabupaten lain bahwa telah terjadi praktik serupa. Politisi PDI Perjuangan ini kemudian menantang kepada si pelapor ini menjadi saksi. Ganjar juga kembali menegaskan bahwa dirinya terbuka untuk menerima aduan dari bawah.
Terkait kasus di Klaten Jawa Tengah, sindirian yang dilontarkan Ganjar adalah, ketika uang menjadi alat paling ampuh untuk mendapatkan segala sesuatu maka yang terjadi adalah keuangan yang maha esa, bukan lagi Ketuhanan Yang Maha Esa.Kaget-kaget banget sih ngak, seperti buang angin saja, ya malu juga. Ini fenomena nyolongan. Tindakan jelehi dan ndeso, ngisin-ngisini, wagu, rak mutu. Ganjar juga mengatakan bahwa sebenarnya mau memgungkapkan kemarahan tapi nanti dikira Gubenur misuh-misuh, dan merasa langsung kena pukulan yang bikin TKO.
Jauh sebelumnya Kasus Bupati Klaten terkuak, kasus jual beli atau makelar jabatan pernah terungkap di Kota Tegal Jawa Tengah tersebut terbongkar saat satu akun mengunggah suara seseorang yang menawari jabatan di Youtube pada tahun 2015, kemudian kasus tersebut bergulir hingga pada tahun 2016 lalu.
Rekaman suara berisi penawaran kepada dua PNS tersebut jika ingin menjadi kepala bidang atau pejabat eselon III di dinas tertentu, harus menyetorkan uang ratusan juta rupiah. Suara yang diduga dari anggauta DPRD itu menawari jabatan kepala bidang. Rekaman itu juga menyebutkan bahwa uang tersebut untuk membantu wali kota yang telah menghabiskan belasan milyar untuk nyalon wali kota. Tidak ada penjelasan siapa wali kota yang dimaksud.
Saat kasus tersebut mencuat, pihak Korpri terus mendampingi dua PNS tersebut agar makelar jabatan dapat diusut tuntas.
Sekretaris Korpri Kota Tegal, Khaerul Huda mengatakan, kasus jual beli jabatan pernah dialami oleh dua pegawai negeri sipil di lingkungan Tegal adanya mengunggah rekaman makelar jabatan yang merupakan anggauta DPRD Kota Tegal Jawa Tengah.
Dua PNS yang ditawari kursi jabatan tersebut adalah Atik Mukhiroh yang saat itu menjabat Kasubag Umum Sekretariat DPRD Kota Tegal dan Nurul Komariyah saat itu menjabat Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas Kelautan dan Perikanan.
Ketika hendak dikonfirmasi lagi, dua PNS tersebut menolak untuk memberikan penjelasan.
Selain itu, kasus tersebut juga dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD Kota Tegal lantaran pelaku merupakan anggauta wakil rakyat.(***)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment