Saturday, 31 December 2016
Kasus Kekerasan Pers Malah Melonjok .
Pada tahun 2017 ini, Indonesia mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah Hari Kebebasan Pers Sedunia. Sebelum perhelatan ini, Dewan Pers berharap kasus-kasus pembunuhan jurnalis bisa diproses. Namun, hingga akhir tahun 2016, tak ada satu pun kasus terungkap. Kasus kekerasan tersebut malah melonjak sekali.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo berharap, sebelum peringatan itu digelar, pengungkapkan delapan kasus pembunuhan jurnalis dapat dilaporkan perkembangannya pada saat peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2017, baik penanganannya di kepolisian maupun di pengadilan. Dengan demikian, UNESCO mencacatnya sebagai perkembangan kemerdekaan pers di Indonesia.
Pada tanggal 2 sampai 4 Mei lalu, peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia berlangsung di Helsinki, Firlandia. Selanjutnya pada tahun 2017 ini Indonesia mendapat kepercayaan dari UNESCO untuk menjadi tuan rumah Hari Kebebasaan Pers Sedunia.
Berdasarkan Catatan Akhir Tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada tahun 2016, sampai saat ini polisi gagal mengungkap pelaku pembunuhan delapan jurnalis.
Kedelapan jurnalis itu adalah M Fuad Syafrudin alias Udin dari Harian Bernas DI Yogyakarta, tewas pada tanggal 16 Agustus 1996 : Naimullah dari Sinar Pagi, Kalimantan Barat, tewas pada tanggal 25 Agustus 1997 ; Agus Mulyawan dari Asia Pers, tewas pada tanggal 26 September 1999 dari Timor Timur ; M Jamaludin dari TVRI Aceh, tewas pada tanggal 17 Juni 2003 ; Ersa Siregar dari RCTI, tewas pada tanggal 29 Desember 2003 ; Herliyanto dari tabloid Delta Pos, tewas 29 April 2006 ; Adriansyah Matra'is Wibisono dari TV lokal Merauke, tewas 29 Juli 2010 dan Alfred Mirulewan dari tabloid Pelangi, Maluku, tewas pada tanggal 18 Desember 2010.
Tahun 2017 ini, upaya pengungkapan kasus-kasus pembunuhan jurnalis masih saja " jalan di tempat ". Tak ada satu pun pelaku dari delapan kasus pembunuhan tersebut yang berhasil dijerat.
Selain belum terungkapnya kasus-kasus pembunuhan, jumlah kasus kekerasan jurnalis selama tahun 2016 juga melonjak tajam. Selama tahun 2016, AJI mencatat 78 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis atau meningkat 85,7 persen dibandingkan dengan tahun 2015, adalah 42 kasus.
Wujud kekerasan yang mereka lakukan paling banyak adalah kekerasan fisik mencapai 35 kasus, disusul pengusiran atau pelarangan liputan sebesar 17 kasus, ancaman kekerasan atau teror sebanyak 9 kasus, dan perusakan alat atau data hasil liputan sebasar 7 kasus.
Menurut Ketua Umum AJI Suwarjono, pelaku kekerasan yang terbanyak adalah warga sebanyak 26 kasus, polisi 13 kasus, pejabat pemerintah sebanyak 7 kasus, TNI 6 kasus, orang tak dikenal sebanyak 6 kasus, dan satpol PP sebanyak 6 kasus.
Dalam Catatan Akhir Tahun 2016, Lembaga Bantuan Hukum (LBH ) Pers bahkan mencatat kasus kekerasan terhadap jurnalis yang semakin banyak adalah 83 kasus atau naik 76,5 persen dibandingkan dengan tahun 2015 sebanyak 47 kasus. Rata-rata jurnalis menjadi korban kekerasan saat bertugas meliput di lapangan.
Data World Perss Freedom Index 2016 yang dirilis Reporters Sans Frontieres di Perancis menempatkan Indonesia pada posisi merah dengan peringkat 130 dari 180 negara. Dengan peringkat, Indonesia berada dibawah Timor- Leste, Taiwan, dan India.
Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Indonesia menurut rencana diikuti oleh 800 jurnalis dari seluruh dunia. Momen ini sangat penting untuk menegaskan sikap Indonesia yang berpihak pada perjuangan kebebasan pers. (****)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment