INDENPRES MEDIA ISTANA

Thursday, 6 February 2014

SUNAT MENYUNAT KLAIM PROGRAM JKN

Aroma sunat menyunat dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN ) sempat mencuat saat dialog sejumlah pihak dengan Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, Di RSUP Kariadi Semarang, baru-baru ini.
                Aturan ini akan mendorong semua ibu hamil ubtuk bisa melahirkan di tempat-tempat yang menurut ketentuan JKN bisa dibiayai. Artinya, mereka tidak akan melahirkan dirumah, rumah bidan ( tempat praktik bidan ).
               
 Penyunatan klaim jatah persalinan itu diungkapkan oleh Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah, Imbarwati, pada Menkes. Intinya, tidak semua klaim biaya persalinan bisa dinikmati bidan , tapi sebagian harus disetorkan ke dokter yang diajak kerja sama.
                Namun begitu, tampaknya para bidan tidak punya pilihan lain kecuali mau begitu saja menyerahkan sebagian klaim biaya persalinan yang dilakukan di rumah sang bidan (tempat praktik), tidak bisa dibiayai Negara. Hanya persalinan yang dilakukan di klinik terakriditas, Puskemas atau rumah sakit saja yang bisa dibiayai Negara.
               
Bila benar fakta yang diungkapkan IBI Jawa Tengah itu, tentu sunat menyunat ini sangat memprihatinkan. Selain menjadi budaya buruk, praktik ini mengurangi pendapatan sekitar 15 ribu bidan praktik di seluruh Jawa Tengah.
                Hasil akhirnya bisa ditebak. Tempat praktik bidan akan sepi pasien melahirkan, karena mereka akan memilih tempat yang tak berbiaya.
                Bila pemotongan ini muncul karena bidan meminjam fasilitas klinik atau fasilitas milik dokter, dan kemudian klaim diajukan atas nama klinik, praktik ini masih sedikit bisa diterima akal sehat. Perhitungan rasionalnya adalah, pemotongan klaim itu sama artinya dengan biaya sewa fasilitas.
                Karena itu, pemotongan ( sekali lagi bila benar ada ), menjadi satu-satunya cara bagi para bidan untuk bisa tetap melayani persalinan yang dibiayai Negara.
                Namun, yang patut diwaspadai, kerja sama ini bisa saja mengarah pada praktik kongkalikong, kolusi, manipulasi adminstrasi klaim dan sebagainya. Sang bidan cukup meminjam “brand” klinik dari sang dokter, atau pihak klinik cukup “ menjual “ brand pada sang bidan.
                Bila benar di kemudian hari ada praktik semacam ini, tentu niat baik pemerintah meluncurkan JKN untuk persalinan, menjadi melenceng di klinik terakridiasi, Puskemas, atau rumah sakit, dengan harapan akan mendapatkan fasilitas yang memadai.
                Dengan cara itu,klaim biaya persalinan di program JKN, akan menggunakan merek klinik milik sang dokter, meski seluruh pelayanan inu melahirkan tetap dilaksanakan di rumah bidan ( tempat praktik bidan).
                Karena itulah “ lubang “ kebijakan dari program JKN persalinan ini harus segera ditutup pemerintah. Sehingga biaya yang tidak kecil, yang dikeluarkan pemerintah, mampu meningkatkan kesehatan ibu dan janin saat hamil, serta ibu dan anak saat dan pasca- melahirkan.

                Karena tempat-tempat yang direkomendasikan itu punya fasilitas standar, termasuk saat butuh tindakan emergency, risiko yang mungkin terjadi pada ibudan bayi saat proses persalinan menjadi semakin kecil. ( *** ).

No comments:

Post a Comment